Tampilkan postingan dengan label Italy. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Italy. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 April 2016

Kubur Berbisik

Menara miring Pisa adalah menara lonceng yang ada di pelataran Katedral Pisa. Di kompleks Katedral tersebut, ada kubah Baptistry untuk tempat pembabtisan massal, yang terdekat dari gerbang utama kompleks. Kemudian ada bangunan Katedral sendiri dengan façade nya yang megah dengan Regina Caeli ada di puncak façade.

Selain itu, agak ke belakang, ada menara Pisa yang di puncaknya (lantai ke 7) ada 5 buah lonceng tembaga yang sudah kehijauan dimakan cuaca. Kelima lonceng ini besarnya berbeda. Yang paling besar diameter kira-kita 120cm. Yang paling kecil 50cm. Berurutan berkeliling dari terbesar ke terkecil searah jarum jam.

Di sebelah kiri bangunan Baptistry dan Katedral, terdapat bangunan polos persegi memanjang ke belakang. Bangunan ini lebih jarang disambangi pengunjung. Bangunan ini berisi kuburan umum. Selain banyak orang awam, juga ada beberapa orang kudus disemayamkan di tempat itu.

Bagian dalam cemetery itu, berjajar sarkofagus marmer. Di bagian lantai terdiri dari kotak-kotak makam, bertuliskan relief dengan aksara romawi sebagai penanda makam.  Di salah satu dinding juga ada deretan patung dada entah siapa.

Taman di tengah kuburan itu adalah hamparan rumput hijau berbingkai jendela gothic, yang mengakibatkan bulu kuduk berdiri.

Karena bagian ini paling jarang pengunjung, maka makin terasa suhu udara yang dingin. Ditambah lantai dari marmer dan dinding ber-fresco yang mengelupas dan pudar membuat suasana makin mencekam.

Sore itu, kita diperbolehkan untuk mengadakan Ekaristi di salah satu kapel di dalam pemakaman itu. Kapel dengan atap dome yang melengkung, yang membuat suara Romo menjadi indah secara akustik.

Ternyata di dalam kapel tersebut terdapat 2 lemari besar berisi relik pada kudus. Bagian tubuh. Tulang, tengkorak, jubah. Yang disimpan dengan baik dalam bejana-bejana dibalik lemari kaca.

Meja altar yang menempel di dinding mau tidak mau membuat Monsignor yang memimpin Misa mengadakan Misa secara Tridentin, dimana Imam membelakangi umat, bukannya menghadap umat.

Di lagu terakhir saat penutupan Misa, yaitu "Hai Makhluk Semua" (PS 672), refren yang kita nyanyikan bersama, berasa seperti yang menyanyi Alleluia Alleluia nya bergaung dan bergema, seakan lebih dari jumlah orang yang menyanyi.

Seakan arwah-arwah orang kudus dan para-kudus yang ikut berbisik mendaraskan Alleluia Alleluia bersama dengan kita, mereka yang berdiam di sana bersemayam menunggu relikwinya ...

Pisa, 14 April 2016

Senin, 27 Oktober 2014

Vespa

Weekend kemarin, kita jalan-jalan ke Pacific Place, SCBD. Sebenarnya, kita bukan keluarga yang suka ke mall. Terutama karena pekerjaan gue sehari-hari mengharuskan gue hang out dari mall-ke-mall. Sudah cape. Jarang juga masuk ke Jakarta, kecuali ada janji. Karena walaupun tol dalam kotanya lancar, tapi jalan dari kompleks menuju ke jalan tol itu macetnya na'adzubillah min dzalik.

Tapi setelah sampai disana, ternyata ada pameran Italian products di Pacific Place.


Seminggu sebelumnya ketika berkeliling untuk urusan pekerjaan, gue sempat melihat designer gowns yang haute couture dari perancang-perancang Italy. Dan kemarin, sudah gak ada designer gowns tersebut. Yang ada yaitu pameran Vespa. Ya. Vespa.


Seketika teringat nostalgia saat masih kecil, papa selalu kemana-mana naik Vespa. Pertama Vespa coklat yang rada kecil, dan roda depannya benar-benar mirip bemo. Kemudian berganti Vespa biru muda dengan sayap yang lebih lebar. Sampai akhirnya papa berhenti naik motor pasca kecelakaan motor dimana dia menghindari anak berseragam putih merah menyebrang jalan di Jln. Ngaglik, yang menyebabkan papa terpelanting dan luka borok sekujur tungkai.

Saat papa masih naik Vespa dulu, gue demen banget naik Vespa sama papa, bonceng di depan. Berdiri. Dan jangan harap ada windshield. Udah dicopot. Jadi berangin. Rambut pendek berkibar-kibar ke belakang. Itu jaman TK. Apalagi kalau ke toko bareng, karena jarak ke toko lumayan jauh untuk anak TK.

Saat beranjak SD, karena gue udah terlalu tinggi untuk berdiri di depan papa, dan mengganggu pandangan saat mengendarai Vespa, lokasi gue pindah ke belakang. Bonceng belakang. Ngangkang lah. Gimana lagi?

Saat udah kelas 4 SD, dengan tinggi 144cm dan berat 44 kg, papa udah mulai risi melihat gue masih ngejodog ngangkang di Vespa bututnya. Walhasil, gue dilarang naik Vespanya sampai gue bisa bonceng miring. Supaya celana dalam gak kemana-mana di balik seragam SD gue. Tapi, gue gak bisa bonceng miring. Aku merasa gagal jadi wanita. Jadilah sejak saat itu, gue dikasih uang untuk naik becak .... #mewek.

BTW, mengenai bonceng miring. bahkan sampai sekarang gue teteap gak bisa bonceng miring. Sesekalinya bonceng miring ngikut Sentiono Leowinata saat kelulusan SMA, dan kita harus legalisir rapor dan STTB, itu membuat motor pinjaman itu oleng ke kanan ke kiri. Sejak saat itu, Seng pun menyuruh gue bonceng ngangkang, atau jalan kaki balik ke sekolah.

#nasib........