Senin, 27 Oktober 2014

Vespa

Weekend kemarin, kita jalan-jalan ke Pacific Place, SCBD. Sebenarnya, kita bukan keluarga yang suka ke mall. Terutama karena pekerjaan gue sehari-hari mengharuskan gue hang out dari mall-ke-mall. Sudah cape. Jarang juga masuk ke Jakarta, kecuali ada janji. Karena walaupun tol dalam kotanya lancar, tapi jalan dari kompleks menuju ke jalan tol itu macetnya na'adzubillah min dzalik.

Tapi setelah sampai disana, ternyata ada pameran Italian products di Pacific Place.


Seminggu sebelumnya ketika berkeliling untuk urusan pekerjaan, gue sempat melihat designer gowns yang haute couture dari perancang-perancang Italy. Dan kemarin, sudah gak ada designer gowns tersebut. Yang ada yaitu pameran Vespa. Ya. Vespa.


Seketika teringat nostalgia saat masih kecil, papa selalu kemana-mana naik Vespa. Pertama Vespa coklat yang rada kecil, dan roda depannya benar-benar mirip bemo. Kemudian berganti Vespa biru muda dengan sayap yang lebih lebar. Sampai akhirnya papa berhenti naik motor pasca kecelakaan motor dimana dia menghindari anak berseragam putih merah menyebrang jalan di Jln. Ngaglik, yang menyebabkan papa terpelanting dan luka borok sekujur tungkai.

Saat papa masih naik Vespa dulu, gue demen banget naik Vespa sama papa, bonceng di depan. Berdiri. Dan jangan harap ada windshield. Udah dicopot. Jadi berangin. Rambut pendek berkibar-kibar ke belakang. Itu jaman TK. Apalagi kalau ke toko bareng, karena jarak ke toko lumayan jauh untuk anak TK.

Saat beranjak SD, karena gue udah terlalu tinggi untuk berdiri di depan papa, dan mengganggu pandangan saat mengendarai Vespa, lokasi gue pindah ke belakang. Bonceng belakang. Ngangkang lah. Gimana lagi?

Saat udah kelas 4 SD, dengan tinggi 144cm dan berat 44 kg, papa udah mulai risi melihat gue masih ngejodog ngangkang di Vespa bututnya. Walhasil, gue dilarang naik Vespanya sampai gue bisa bonceng miring. Supaya celana dalam gak kemana-mana di balik seragam SD gue. Tapi, gue gak bisa bonceng miring. Aku merasa gagal jadi wanita. Jadilah sejak saat itu, gue dikasih uang untuk naik becak .... #mewek.

BTW, mengenai bonceng miring. bahkan sampai sekarang gue teteap gak bisa bonceng miring. Sesekalinya bonceng miring ngikut Sentiono Leowinata saat kelulusan SMA, dan kita harus legalisir rapor dan STTB, itu membuat motor pinjaman itu oleng ke kanan ke kiri. Sejak saat itu, Seng pun menyuruh gue bonceng ngangkang, atau jalan kaki balik ke sekolah.

#nasib........

Tidak ada komentar: