Rabu, 28 September 2011

Karena rancanganku bukanlah rancanganMu

Sudah beberapa bulan ini saya sibuk mempersiapkan operasi amandel (tonsilectomy) karena frekuensi terkena radang tenggorokan yang sangat sering dari tahun ke tahun. Mulai dari ke dokter spesialis THT untuk konsultasi (kemudian 2nd opinion, 3rd opinion, 4th opinion) -- sampai check ke asuransi apa saja yang dicover dan tidak dicover dalam operasi ini. Selain itu (yang gak kalah hebohnya) adalah sudah ngabarin Mama (yang nggak setuju dioperasi karena harus bius total dan dengan hebohnya mengatakan bahwa tanggal pilihan operasi itu bukan 'hari baik')

Seminggu yang lalu, untuk membuat janji dengan dokter spesialis THT, mulailah telepon ke RS Pondok Indah (dokter yang paling sreg). Lah, dokternya pergi ke Bukittinggi. Baiklah kita ganti ke RS Permata Cibubur (kedua sreg dan dekat rumah), sudah konsultasi dan dirujuk untuk periksa laboratorium, rontgent, dan rujukan ke dokter spesialis Penyakit Dalam. Juga sudah booking untuk kamar di Rumah Sakit.

Ternyata di tanggal yang kita mau, dokternya juga pergi. Ternyata yang ke Bukittinggi ini semua dokter THT, karena ada simposium. Jadilah kita geser tanggal 2 hari kemudian menunggung sang dokter pulang.

Giliran periksa rujukan ke dokter spesialis Penyakit Dalam, dokter bilang "Tekanan darahnya tinggi: 150/110"... JDHERRR!!! Bagaikan petir di siang bolong. Gue? Darah tinggi? Gak salah? Setau gue -- gue anemia kronis dan cenderung normal-rendah. Malahan pernah nyaris pingsan di Gereja saat cuma bawa 2 anak lanang dengan tensi 90/60.

Jadilah akhirnya dokter spesialis Penyakit Dalam memberi rujukan periksa lebih detail untuk laboratorium pemeriksaan darah... (agregat trombosit, fibrilogi, colesterol, etc, etc) -- pemeriksaan yang gak ada urusannya dengan operasi amandel dan dokter internist menulis di surat rujukan dari dokter THT tidak menyetujui tindakan operasi.

Maka bubarlah semua rencana-rencana kita bahwa Senin-Rabu akan istirahat total, mau claim asuransi jiwa selain asuransi dari perusahaan tempat Julian kerja, anak-anak akan tidur dengan papanya, dsb....

Teringat 1 ayat yang Valentina Kawulan ucapkan saat kita bezoek beliau di Rumah Sakit: "Karena rancanganku bukanlah rancanganMu" .... aku gak ingat itu dari Kitab mana. Tapi kejadian ini benar-benar membuat kita merasa kecil.  Dan tiada lagi yang bisa kita doakan selain  "Terjadilah padaku menurut kehendakMu"...


Senin, 26 September 2011

Pelayan Tuhan vs. Pejabat Negara

Beberapa hari yang lalu ada pemilihan Ketua Lingkungan (bagian struktural terkecil dari Gereja Katolik) dan Ketua Wilayah di Lingkungan kami.  Kebetulan bertepatan dengan pesta pelindung lingkungan kami, yakni Padre Pio. Jadi selain ada Misa Kudus, makan-makan, potong kue, pembagian bingkisan kepada anak-anak yang baru Komuni Pertama, sekaligus pemilihan Ketua Lingkungan dan Ketua Wilayah baru.

Yang menarik, sebagai Pejabat Gereja (begitu kasarnya saya bilang karena nama kita akan ada di struktur Gereja dan peresmiannya pun melalui pelantikan), rasanya sulit sekali menemukan orang yang MAU dan MAMPU.  Biasanya yang MAU belum tentu MAMPU, sedangkan yang MAMPU biasanya nggak MAU. Yang sering terjadi adalah saling tunjuk dan saling lempar tugas ke orang lain. Kehebohan menolak untuk menjadi pejabat gereja, bahkan pada waktu pemilihan telah final.

Betapa bertolak belakang dengan menjadi Pejabat Negara / Pemerintahan. Orang berlomba-lomba, menarik hati pemilihnya supaya mau memilih dia. Bahkan dengan mengeluarkan uang yang tidak sedikit, baik untuk membuat spanduk, beriklan di koran / TV, sampai membagi 'amplop' untuk pemilihnya agar dapat jaminan perolehan suara. Tak lupa setoran untuk atasan di partai tertentu.

Memang jadi Pejabat Gereja tuh gak ada sexy-sexy-nya... Gak ada gaji / tunjangan, gak ada dana bantuan operasional, gak ada dana aspirasi masyarakat, gak ada fasilitas khusus. Sedangkan tuntutannya paling tidak waktu (untuk setiap kegiatan Gereja / Lingkungan), dan kadang harus tekor untuk konsumsi / kegiatan umat.

Bandingkan dengan Pejabat Negara yang terima gaji + tunjangan + dana aspirasi + dana operasional + fasilitas-fasilitas khusus. Jauhhhh seperti langit dan neraka (kalo langit dan bumi masih ketemu di cakrawala).

Salah satu warga yang akhirnya bersedia menjadi bendahara lingkungan menggantikan saya yang akan pindah rumah ke lingkungan lain, sempat bertanya, apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi bendahara. Saya bilang: cuma kemauan Melayani Tuhan dengan cara melayani sesama, yaitu warga lingkungan.  Dan janji itu bukan hanya diucapkan di depan Ketua Lingkungan, tetapi melalui proses pelantikan di Gereja... berarti janji pada Tuhan.

Apakah ada suka dukanya jadi pengurus lingkungan? Saat waktu istirahat atau waktu untuk keluarga, kadang kita harus datang ke rapat di Gereja. Saat waktu jalan-jalan, harus keliling menagih uang kas lingkungan, uang sumbangan Paskah / Natal. Di saat pekerjaan menumpuk, harus menyelesaikan laporan keuangan. Tapi apabila kita melakukannya dengan senang hati, dan dengan pikiran bahwa kita melakukannya demi Tuhan, insyaYesus kita bisa mengerjakan tugas-tugas kita dengan baik.

Pada akhirnya kembali ke Surat Paulus kepada Jemaat di Roma 14 : 8
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan"

Thank you Cokro udah ngirimin renungan pagi setiap hari...