Jumat, 13 Januari 2017

Masih tentang Flores - Catatan Perjalanan

Kalau ditanya wisata ke mana yang lengkap di Indonesia? Flores salah satunya. Sebetulnya Bali adalah jawaban mainstream. Tapi menurut gue, lately Bali has been too touristy.

1. Wisata Gunung

Danau Kelimutu yang merupakan crater lake, adalah fenomena unik. 3 Danau dengan 3 warna ini selalu menjadi highlight wisatawan. Apalagi dilengkapi dengan legenda bahwa semua orang Flores, saat meninggal, arwahnya akan mendatangi Danau Kelimutu. Disana ada 3 danau untuk masing-masing kategori. Danau Arwah Jahat, Danau Muda-mudi, dan Danau Orang Tua.

Tiwu AtaPolo / Danau Arwah Jahat (depan) dan Tiwu Nua Moori Koohi Fah / Danau Muda-Mudi (belakang)

Warna danau Kelimutu ini bisa berubah-ubah sesuai dengan kadar mineral yang ada di dalamnya. Danau Kelimutu TIDAK bisa dipakai berenang, karena kadar asamnya tinggi. Bahkan sering jadi lokasi percobaan bunuh diri. Maklum, gunung berapi aktif. Meletus terakhir 1968.

2. Wisata Laut

Lokasi paling terkenal adalah Labuhan Bajo dengan kepulauan Komodo yang di tahun 2011 dinobatkan menjadi New 7 Wonders Nature. Sejak itu pula, kapal pesiar dari Belanda yang berlantai hinggal 9 lantai dengan kapasitas hingga 2500 penumpang, berlabuh di pulau yang berisi sisa naga dari jaman jurassic. Apalagi saat ini Garuda Indonesia juga sudah menyiapkan direct flight Jakarta - Labuhan Bajo sehingga memudahkan masuknya wisatawan.

Selain Kepulauan Komodo dengan Pulau Padar, Pink Beach, Gili Lawa, Pulau Kalong, Pulau Rinca yang memesona, ternyata juga ada di utara Riung yang lebih sering dikunjungi wisatawan mancanegara daripada wisatawan domestik.

Pulau Padar dengan 3 teluknya

Snorkling di Kepulauan Komodo menjadi highlight dari acara wisata laut karena ikannya yang banyak dan beraneka warna berenang di antara terumbu karang.

Untuk diving atau menyelam, pergilah ke Manta Point, bersiaplah terseret arus dari kibasan sayap Manta Ray yang berenang dekat dengan dada kita.

Mau memancing? Perairan sekitar Pulau Komodo dengan mudah memberikan Kerapu Macan dan Kerapu Tikus dengan umpan alakadarnya. Awak kapal kami mendapatkan baronang sebesar perut orang dewasa hanya dengan umpan roti tawar.

Ikan baronang raksasa dengan umpan roti tawar

Belum lagi budaya berburu ikan paus dengan peralatan tradisional di Pulau Lembata, di timur Flores.

3. Wisata Budaya

Dengan Homo Florensis di Liang Bua, dan desa-desa adat yang ada di setiap daerah, Flores menjadi destinasi sempurna untuk wisata budaya. Puncak dari wisata budaya ini menurut gue adalah Wae Rebo, dimana lokasinya secluded dan butuh effort. Mungkin keterpencilannya itulah yang membuat Wae Rebo tetap pristine dan tidak tercemar.

Rumah adat di WaeRebo

Apabila ingin merasakan tinggal di tengah masyarakat adat, bisa dicoba tinggal di Desa Bena di Bajawa yang jauh lebih dekat dengan akses jalan raya. Tinggallah di rumah masyarakat setempat, menikmati bunyi alat tenun yang ritmis, ibu-ibu yang berjongkok memecahkan kemiri untuk di jual ke pasar, anak-anak yang bermain bola dengan riang di pelataran desa, atau sekedar melihat babi yang diternak di belakang rumah.

Vanili, cengkeh, kemiri, hasil bumi yang dijual ke pasar di Desa adat Bena

Di Manggarai yang merupakan pusat pertanian, kita bisa melihat Spiderweb rice fields yang merupakan kearifan lokal untuk pembagian tanah per desa. 1 juring per keluarga. 1 segment per anak.

Spider web rice fields, keunikan selain terasering yang bertebaran di Manggarai

Arak yang merupakan persyaratan upacara adat, dibuat sendiri dari air nira yang disuling dengan cara direbus dan dialirkan dalam bambu sepanjang 8 meter. Baru sadar ternyata arak itu muncul di berbagai daerah di Nusantara dan merupakan minuman asli Indonesia, terbukti dengan lapo tuak di Medan, brem di Bali, dst.

Penyulingan air nira yang sudah difermentasi menjadi arak

4. Wisata Religi

Belum lengkap bila belum menghadiri prosesi Paskah dimana Patung Bunda Maria (Tuan Ma) diarak keliling kota Larantuka. Saat acara ini berlangsung, keriuhan dan kesakralannya membuat kita lupa bahwa kita ada di Indonesia, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Semua larut dalam liturgi Katolik di Larantuka.

Selain itu, setiap desa ada Gereja. Mungkin padanannya kalau di Jawa adalah, tiap desa ada surau.

5. Wisata Kuliner

Sebenarnya makanan paling asyik di NTT itu adalah Sei alias daging (biasanya babi) asap. Tapi di Flores, so far kami belum menemukan restoran yang stand by memanggang sei setiap hari selain di Kupang.

Salah satu andalan untuk kuliner adalah Seafood terutama di pesisir seperti Labuhan Bajo. Selain itu, Labuhan Bajo diserbu wisatawan asing yang akhirnya menetap di sana, membuka restoran. Ada restoran Italia yang terkenal yang dimiliki oleh orang Italia.

Pisang di Flores adalah yang terenak yang kita pernah makan dan senantiasa manis. And trust us. We eat a lot of banana.

Selain itu, banyak penjual bakso dan pecel lele yang berjualan sepanjang Trans Flores, dan di malam Natal mereka satu-satunya yang masih buka di saat kedai kopi dan restoran lain tutup.

Jadi tunggu apa lagi? Indonesia terlalu luas untuk dijelajahi, jadi harus mulai dari sekarang.


Selasa, 03 Januari 2017

Menimang Nilai Kebangsaan di Ende

Perjalanan ke Timur identik dengan mencari terang karena timur adalah dimana Matahari terbit. Berjalan ke Timur berarti menyongsong terbitnya mentari.

Perjalanan kami sekeluarga ke Tanah Timur diawali dengan menginjakkan kaki di kota Ende yang terletak di tengah Pulau Flores.

Kota ini sedikit dikenal orang, dan hanya menjadi persinggahan sementara turis yang ingin menaklukkan Puncak Kelimutu dengan danau tiga warnanya.

Yang orang lebih sedikit ketahui, bahwa di kota inilah gagasan kebangsaan yang menjadi dasar negara dikonsepkan oleh Bung Karno, yang kemudian kita kenal dengan nama Pancasila.

Lebih jauh lagi, perjalanan Bung Karno sebagai seorang pemuda yang vokal melawan Belanda, diasingkan dalam usia masih sangat muda ke Ende.

Dalam bayangkanku, tahun 1934, seorang pemuda dibawa naik kapal dari Batavia ke Ende, ditinggal di sini untuk memulai hidup dalam status tahanan luar yang harus melapor ke Belanda setiap hari.

Jangankan internet. Jaman itu bahkan tidak ada telepon.

Selain itu, ada beberapa orang lokal yang juga dibayar Belanda untuk memata-matai Bung Karno, yang dianggap membahayakan kekuatan Belanda di tanah air.

Tidak heran Bung Karno kemudian patah arang dan kehilangan gairah hidup. Bila bukan karena Ibu Inggit Ganasih, istrinya pada saat itu, dan Ibu Mertuanya, mungkin dia bukanlah Bung Karno yang kita kenal sekarang.

Dalam pembuangannya itu pula, Bung Karno berhubungan dengan banyak tokoh agama Islam dan Katolik di Ende, sehingga pengalamannya itu mewarnai Pancasila yang kelak kita sakti-saktikan.

Pengkonsepan lima sila ini sendiri terkristalisasi di tempat yang kini disebut Taman Renungan Bung Karno. Di tempat yang ditumbuhi beberapa beringin raksasa ini, Bung Karno memilih merenung di bawah pohon sukun.

Mungkin hal-hal besar baru bisa terjadi saat kita ada di lowest point of our life, sebagaimana dibuktikan oleh Bung Karno.



Hal-hal besar juga baru bisa terjadi bila kita ada di dalam selubung kasih yang luar biasa. Dalam hal ini, kasih tulus seorang istri yang gagal memberikan keturunan dan kemudiab mengalah untuk melepas suami tercinta kepada wanita lain.

Lepas dari tuduhan kepada Ibu Inggit bahwa dia seorang cougar yang saat itu berhasil menaklukkan hati seorang mahasiswa bernama Soekarno yang ngekos di rumahnya, dia dengan setia mendampingi Bung Karno selama 19 tahun, termasuk selama pengasingan di Ende, dan pengasingan di Bengkulu.  

Pernikahan mereka berakhir ketika di Bengkulu, Bung Karno bertemu dan jatuh cinta kepada Ibu Fatmawati yang saat Indonesia merdeka menjadi Ibu Negara, ibunda dari mantan presiden Megawati Soekarno Putri, Guruh, Guntur, Rachmawati.

Ibu Inggit memilih melepaskan Bung Karno supaya beliau bisa menikahi Fatmawati daripada dimadu. Sebuah sikap hidup luar biasa yang bahkan untuk wanita masa kini sangat sulit direalisasikan.

Di Taman Renungan ini pula, aku merenungkan nasib Pancasila yang sekarang ada diambang ancaman untuk dikembalikan kepada Piagam Jakarta yang sudah jelas ditentang banyak tokoh kemerdekaan pada jaman itu.

Kemerdekaan yang kita sekarang nikmati, adalah hasil perjuangan kolektif pahlawan dari segala suku, segala etnis, segala agama. Dan saat ini, akan dibelokkan untuk menjadi hak milik 1 agama saja.

Dan di taman ini dan di taman-taman imajiner seluruh negeri, pergolakan penentuan nilai-nilai kebangsaan tetap berlangsung, hingga saat ini.

Ende, 20 Desember 2016

PS: Pasca pemugaran 2012 oleh Wapres Budiono, ada 10 lokasi yang dipugar menjadi landmark sejarah Bung Karno di Ende, mulai dari pelabuhan Ende, pasar, percetakan, dll. 
Detail untuk napak tilas bisa ditanyakan ke penjaga Rumah Pengasingan Bung Karno.