Rabu, 21 Januari 2015

Proses Perpanjang Paspor - jilid 2

Buat yang belum baca Proses Perpanjang Paspor jilid 1, gue saranin baca dulu blog gue yang tentang Proses Perpanjang Paspor yang gue tulis minggu lalu saat berusaha untuk memperpanjang Paspor gue dan anak-anak.

Satu proses yang harus dilakukan sebelum konfirmasi tanggal kedatangan adalah pembayaran di bank BNI (satu-satunya bank rekanan). Caranya dengan membawa surat keterangan untuk pembayaran ke bank, dimana bank akan menginput nomor di bar code dan akan keluar nomor jurnal bank.  




Dokumen ini dibawa ke bank, dan kita akan dapat dokumen ini untuk disertakan ke Kantor Imigrasi:




Setelah itu, kita pulang, dan kembali mengeklik link yang ada di email dari SPRI yang diterima saat pertama mendaftar online. Dan tampilan yang keluar setelah mengisi nomor jurnal bank dan kode pertama adalah ini (untuk pengisian kode ke 2) dan pemilihan waktu kehadiran:



Setelah memasukkan kode kedua dan memilih tanggal kehadiran, muncullah verifikasi sbb:





Tibalah saatnya pada hari yang ditunggu-tunggu, dengan gegap gempita dan diiringi sorak sorai trio kwek-kwek yang happy karena hari itu mereka gue boloskan dari sekolahan, lengkap dengan surat ijin ke Wali Kelas masing-masing sehari sebelumnya.

Setelah 2 jam perjalanan (dan sumpah, ini termasuk lumayan lancar), sampailah kita di Kantor Imigrasi Kelas 1 Jakarta Utara yang terletak di JL. Boulevard Artha Gading Blok A No. 5-7, 22-24, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14240. Kebetulan area sini adalah daerah kekuasaan gue. Jadi dengan pede kita datang ke kantor yang letaknya persis di sebelah Bank Artha Graha ini. Tampilan kantornya dari jalan raya pinggir kali seperti ini:




Kita sampai sekitar jam 09.55 pagi dengan pedenya, karena merasa sudah daftar on-line dengan harapan antreannya lebih cepat dari yang lain, Ternyata giliran sampe sana, disuruh duduk di sofa hitam, dimana nanti maju satu-satu sesuai kedatangan, Nanti duduknya juga geser satu-satu mengganti yang maju dipanggil. Demikian system antreannya. Antre untuk apa? Kita juga belum tau. Duduklah gue dan trio kwek-kwek dengan (tidak) tenang. 




Begini kira-kira pemandangan di meja resepsionis. Dan sialnya lagi, walaupun kita sudah antri dengan rapi, ada saja orang-orang yang (mungkin memakai calo, yang) tanpa antri, melenggang kangkung dan menyelonong ke hadapan petugas dan dilayani. Demikian calon pembuat paspor di belakangnya disuruh duduk dulu, mendahulukan yang gak ngantri. Tanpa ada calon pembuat paspor yang marah. Tampang yang datang semua terkesan pasrah (termasuk gue).


Ternyata di desk tersebut dilakukan pemeriksaan kelengkapan berkas-berkas antara lain: KTP, Paspor, Akte Lahir, Surat Nikah ortu (untuk anak-anak) dll. Walaupun Akte Lahir gue adalah WNI, dan KTP gue serta Paspor lama juga jelas, karena di Akte Lahir gue ada nama Papa yang masih pake nama Cina, gue diharuskan menunjukkan ganti nama orang tua. (Untunglah gue bawa semua berkas surat-surat penting di tas dan gue cangklong kemana-mana selama pengurusan paspor). Jadi gue tinggal keluarin Keterangan Ganti Nama Papa (sambil mereka melingkari nama Sentosa). 


Trik lain adalah untuk anak-anak, harus ada fotocopy KTP papa, KTP mama, paspor lama mereka sendiri. Karena gue belum membuat fotocopy paspor gue, jadi gue naiklah ke lantai 3 untuk fotocopy, sesuai arahan petugas dan tempelan di depan. Sekalian cari materai, 1 untuk setiap orang. 




Karena anak-anak gue berisik, petugas mempersilakan mereka duduk lagi di sofa selama gue menghadap petugas yang memeriksa kelengkapan berkas. Tapi saat gue naik ke atas, mereka ngikut semua seperti bebek naik ke lantai 3 dan mengerumunin ruang kecil tempat fotocopy, sampe gue aja sumpek.  


Setelah selesai (dengan total biaya 36rb untuk 4 lembar fotocopy dan 4 materai), kita turun dan kembali ke petugas pemeriksa kelengkapan berkas. Ternyata masih kurang fotocopy paspor mama untuk ke 3 anak, maka gue mengutus sulung untuk naik dan fotocopy lagi (dengan gue bawain uang 2rb -- yang belakangan dapet laporan dari sulung, kalau 2rb gak cukup buat fotocopy, tapi karena dia cuma bawa uang segitu, akhirnya diterima dimasukkan ke laci, tanpa kita tahu jawaban dari misteri berapa sebenarnya biaya fotocopy per lembar), 


Sementara itu, kita diberi 4 lembar kertas untuk diisi. 1 untuk gue, yaitu formulir pengembalian paspor lama - warna kuning (dengan materai), 3 untuk masing-masing anak yaitu formulir surat keterangan orang tua - warna biru (dengan materai juga).




Di formulir itu, sudah dicetak juga nomor antrian... yang misterius... karena ada 3 kategori: dengan prefix 1- , 2-, dan 3-.  Ternyata setelah gue nanya satpam di depan: 1 untuk lansia, 2 untuk paspor biasa, 3 untuk paspor online. Dan antriannya... boro-boro paspor online lebih cepet. 3-4 nomor paspor biasa , 1 paspor online. Jadilah kita duduk (gak terlalu) manis dengan anak-anak yang sudah gelisah.  


Disekitar ruang tunggu, ada beberapa signage board yang menarik perhatian, antara lain:


Papan tarif:




Keterangan lain (yang gak penting) tentang biaya kenaikan paspor, dan paspor desain baru:




Dan ketika jam makan siang tiba, tepat 12.00, semua dihentikan, kantor bagian dalam lampu dimatikan, dan penunggu dibubarkan sampai jam 13.00. Walhasil kita menyeberang ke mall yang (Alhamdulillah) within walking distance dan mengajak anak-anak makan dengan cepat, karena jangan sampai antriannya kelewatan, soalnya untuk yang kepala 3- udah tinggal 2 nomor lagi ke kita.


Jam 13.00 lewat beberapa menit, lampu di kantor bagian dalam dinyalakan lagi, dan mulai panggilan nomor dimulai lagi. Tidak lama kemudian kita dipanggil masuk, dengan tanpa basa-basi gue menggiring anak 3 ke dalam.  Ternyata, di dalam itu masih ada antrian lagi. Jadi ada antrian di dalam antrian, Berasa seperti di dalam cerita berbingkai. Dan seperti biasa, di dalam antrian itu, ada selak-menyelak dari yang kita gak lihat paginya (meaning definitely pake calo). 




Awalnya gue dipanggil terlebih dahulu. Kemudian si bungsu. Kemudian diselak 8 orang lain, sebelum 2 anak gue yang lain dipanggil. Sambil petugasnya (lagi-lagi) menyerukan agar anak yang sudah difoto (si bungsu) nunggu di luar, yang gak mungkin gue turutin, unless 2 anak yang lain juga sudah difoto. Jadi setiap orang lain yang menyelak difoto, gue meneror petugas dengan bilang, " Pak, anak saya yang lain belum difoto, Pak". "Pak, kok anak saya yang 2 belum difoto". Sampai bapaknya akhirnya nanya: "Memang semuanya berapa sih, Bu, anaknya kok banyak banget" .... Grrrhhh!!! 


Akhirnya 2 anak yang lain dipanggil juga, dan petugas sekali lagi berkata kencang: "Sudah, ibu aja nunggu di sini, anak-anak suruh nunggu di luar". Gak lama, dipanggil juga gue, dan setelah memverifikasi fotocopy dokumen dengan yang asli, barulah ketauan, kalo anak-anak yang membuat paspor, harus didampingi KEDUA orang tuanya. Apabila cuma didampingi salah satu, PASPOR dan KTP ASLI orang tua yang tidak mendampingi harus disertakan. #GUBRAGGGG!!!!





Walhasil, gue hari itu, harus pulang untuk besoknya kembali menunjukkan ke petugas verifikasi Paspor dan KTP suami. Mungkin mereka takut sengketa orang tua yang berebut anak dan lain-lain. Tapi ya, kita hormati aja keputusan petugas. Gue mikirnya, anyway mereka cuma menjalankan tugas. Sekali lagi sebelum pulang, petugas verifikasi mengancam, "Besok ibu aja yang datang, anak-anak suruh sekolah!!" dengan tatapan dingin....


Setelah keesokan harinya (tanpa antrian dan langsung melenggang ke kantor bagian dalam) dan menunggu sebentar, dokumen anak-anak diverifikasi dan sempat gossip mama-mama dengan petugas verifikasi, mama muda cantik beranak 2. Setelah itu, kita mendapat form untuk pengambilan paspor yang katanya untuk e-paspor jadinya 2 mingguan karena kadang chip nya belum kebaca #ealahhhh

Hopefully in 2 weeks, e-paspor jadi dan gak banyak masalah lagi... (crossing all fingers and toes)... Bekal berikutnya hanya selembar dokumen ini:



Rabu, 14 Januari 2015

Proses Perpanjang Paspor

Jangan kaget kalo kali ini gue bukan ngomongin mengenai pemikiran gue, karena kali ini gue pengen share mengenai proses pembuatan / perpanjangan paspor yang akan kita hadapi 4.5 tahun sekali. Kenapa bukan 5 tahun? Karena kalo mau kemana-mana, minimum paspor harus berlaku 6 bulan ke depan. Jadi sesungguhnya masa berlaku paspor kita itu hanya 4.5 tahun (logika maksa tapi nyata).

Karena waktu pembuatan paspor terakhir itu, kita lakukan borongan, yaitu gue dan trio kwek-kwek, maka gue bertekad untuk saat perpanjangannya juga barengan. All-for-one, one-for-all!!! ... Jadilah mulailah gue nge-browse tentang pembuatan paspor (yang katanya) bisa on-line.

Jadi ini yang gue ketemukan: pergilah ke situs https://ipass.imigrasi.go.id:8443/xpasinet/faces/InetMenu.jsp untuk mulai mendaftar secara online.

Di situs tersebut pilihlah Pra Permohonan Personal (whatever that means, maksudnya individu dan registrasi awal) di kolom sebelah kiri. Dan akan muncul halaman sebagai berikut:


Nah... sekarang saat langkah besarnya... yaitu mengisi semuanya dengan data yang valid. Soalnya semua kolom harus diisi. Kecuali nomor rekomendasi Kemenaker untuk TKI. Tadinya gue pikir ini piece of cake. Dengan map surat-surat dan paspor lama di depan komputer, gue mulai isi satu per satu. Dan seperti yang bisa ditebak, saat selesai dan klik Lanjut, dia gak lanjut ke mana-mana alias diem aja di laman tersebut.... (GRRRHH!!!)

Nah, baru tahu ternyata Google Chrome kayaknya gak support dengan aplikasi di imigrasi ini. Akhirnya karena penasaran (tadinya mau pake Mozilla, tapi gue pikir, orang Indonesia kan maunya standar, ini pasti pake Microsoft Explorer) akhirnya gue pake Microsoft Explorer, dan memang terbukti, apabila ada data yang belum lengkap, maka berwarna merah. Ada juga keterangan di bawah kolom yang kita isi.

Untuk perpanjang dan pembuatan paspor biasa 48 halaman, akan ada pilihan Paspor 48h biasa atau e-paspor 48h. Pilihlah e-paspor. Lebih mahal sih, tapi keuntungannya, bisa ke Jepang tanpa visa (Halah, Sien, kayak bakal ke Jepang aja) *facepalm*.... Buktinya di sini. Kalo info itu gak bener, elu tuntut artikel itu aja, jangan gue. Gue orangnya mudah percaya walaupun gak melihat, sesuai dengan semangat Thomas, murid Yesus #apeu...

Trick lain adalah... gak semua kantor imigrasi bisa membuat e-paspor.... Bisa sih... tapi harus walk-in. Jadi kombinasinya adalah paspor biasa dengan registrasi on-line, atau e-paspor dengan registrasi walk-in #ealah .... Jadi kita setengah canggih... karena bangsa Indonesia memang bangsa setengah-setengah....

Tadinya, karena harus memboloskan anak-anak dari sekolah, gue berencana mencari lokasi kantor imigrasi terdekat dari rumah, yaitu Kantor Imigrasi Kelas II Depok atau Kantor Imigrasi Kelas II Bogor masing-masing sekitar 50km dari rumah, menurut Google Maps,   Ternyata di dua kantor tersebut gak bisa membuat e-paspor dengan registrasi on-line. Jadilah akhirnya gue bikin di Kanim Kelas I Jakarta Utara yang bisa e-paspor dengan registrasi on-line.

Trick lainnya adalah, karena gue mendaftarkan 4 orang (gue + trio kwek-kwek), gue awalnya berniat mempool di 1 email yang regular gue pake. Ternyata 1 email cuma bisa dipakai untuk 1 orang. Akhirnya keluarlah semua email gue (untung masih cukup) ...

Selain itu, di kolom paling bawah ada Nomor Identitas. Untuk orang dewasa yang sudah punya KTP lumayan straight forward, Pilih KTP, isi no KTP, isi tempat dikeluarkan, tanggal dikeluarkan dan tanggal kadaluwarsa.  Buat anak-anak yang belum punya KTP... (mulai bingung)... ada pilihan NIK, Akhirnya gue pake aja NIK dan diisi NIK yang ada di Kartu Keluarga dari Kecamatan.  Selain itu, KK kan gak punya masa berakhir. Tapi kalo gak diisi kolomnya, gak bisa lanjut. Akhirnya gue tembak aja, suatu tanggal di masa depan. Dan sukses bisa lanjut.

Halaman berikutnya jauh lebih mudah, karena kalo nggak diisi pun gak membuat dia gak bisa lanjut. Tampilannya sebagai berikut:


Cukup isi alamat rumah dan telepon, serta data orang tua ngawur dikit juga gak papa. Alamat rumah dan nomor telepon pun bisa dipakai berulang-ulang untuk gue dan trio kwek-kwek. Tapi untuk yang di halaman awal menyatakan status kawin, WAJIB mengisi nama suami/istri.

Setelah lanjut lagi, muncul halaman sbb:


Keindahannya adalah... pembayaran dilakukan di depan di Bank BNI. Jadi hari H gak usah tenteng-tenteng uang untuk membayar biaya pembuatan paspor. Termasuk konfirmasi hari apa saja kita bisa datang.  Setelah memasukkan kode di bawah, lanjut lagi. Selesai.

Tinggal nunggu email.... Tampilan emailnya sbb:


perhatikan link biru yang ada di email, itu adalah konfirmasi yang harus kita lakukan setelah membayar biaya pembuatan paspor. Adapun untuk proses pembayarannya di Bank BNI, data ada di attachmentnya:


Jadi ingat ya, kalo udah terima email, segera print attachmentnya, ke bank dan bayar. Setelah itu, klik link yang ada di badan email.

Nah sementara sampai segitu keribetan gue dari tadi pagi. Mungkin nanti habis mandi gue ke Bank dan coba lihat prosesnya. Nanti gue laporin lagi juga proses ngantri di Kanim Jakut.

Good luck buat yang paspornya mau expired. Semoga sukses dengan registrasi on-line yang rada-rada tricky dan mendapatkan e-paspor yang diidam-idamkan.... AMINNN....

Tulisan jilid 2 nya udah gue bikin di sini ya: http://siennysentosa.blogspot.com/2015/01/proses-perpanjang-paspor-jilid-2.html sila baca, renungkan, dan amalkan....

Sabtu, 10 Januari 2015

Jangan Poligami - lesson from the past

From time to time,  kita akan kembali lagi ke pertanyaan mendasar dari agama samawi. Siapakah yang lebih berhak sebagai bangsa terpilih.  Keturunan Iskak/Ishak/Isaac kah,  atau keturunan Ismail/Ishmael kah?

Semua ini berawal dari Abraham/Ibrahim yang poligami.  Iya.  Tapi jaman itu,  siapa yang gak poligami?  Tuan tanah yang kaya gak cuma poligami.  Tapi punya puluhan gundik yang dengan bebas bisa dia gauli.  Itu memang kebiasaan jaman itu.  Ingat,  Abraham hidup di jaman sebelum ada organized religion.  Orang masih tinggal di kemah-kemah di padang gurun.

Sebenarnya,  ada andil Sara/Sarah juga kenapa Abraham poligami.  Sara tak kunjung punya anak.  Entah siapa yang mandul.  Sarah kah,  atau Abraham?  Mereka jadi gunjingan orang karena belum punya keturunan sampai tua.  Bandingkan dengan saat ini,  kaum yang masih mengikuti patrilineal seperti keluarga Cina,  atau Batak,  juga tak segan-segan mendorong anggota keluarganya yang tak kunjung punya keturunan laki-laki untuk menikah lagi.  Mereka belum tahu bahwa secara biologi,  penentu jenis kelamin bayi adalah kromosom ayah.  Yee....

Sarah,  dalam rangka memulihkan nama baik dan reputasi Abraham, dia memasukkan budaknya,  Hagar,  seorang wanita Mesir,  ke dalam kesah Abraham.  Sarah yang tidak sabar dengan kondisi sekarang,  berusaha membuat janji Tuhan terkabul dengan cara manusia. Tapi yang dia tuai hanya kekacauan.

Setelah Hagar hamil dari Abraham,  Sarah merasa tersisih dan akhirnya mengusir Hagar melalui Abraham.  Dengan tegarnya Hagar bertanya: atas kemauan siapakah aku harus pergi.  Saat Abraham menjawab atas kemauan Allah,  dia berkata: "apabila Allah yang berkehendak,  aku yakin Allah akan memelihara aku dan anakku". 

Keep in mind,  Hagar dilepas di padang gurun, dan terpisah dari rombongan Abraham.  Dibuang. Hagar,  yang telah mengembalikan harga diri Abraham,  melahirkan anak dari Abraham,  dibuang setelah Sarah cemburu.

Anyway all in all,  dalam setiap poligami/selingkuh/hubungan segitiga apapun,  akan ada duka dan pilu di dalam hati wanita-wanita yang terlibat.  Apakah yang seperti Sarah,  seperti Hagar,  or anything in between.  Belum lagi derita anak-anak dari wanita-wanita ini,  yang belum mengerti kenapa kasih sayang pun harus diperebutkan (sebenarnya dalam saudara kandung pun akan selalu ada perebutan kasih sayang internal yang mungkin banyak orang menolak untuk mengungkapkan secara terbuka,  tapi lebih berupa bisik-bisik).

Lepas dari siapa yang lebih berhak,  lebih penting,  lebih terpilih Tuhan, yang jelas pendukung Ishak dan Ismail sekarang selalu dalam keadaan memposisikan diri untuk berseberangan.  Kita vs.  Mereka.  Apapun kasus yang mungkin melibatkan pemeluk kedua agama ini,  walaupun kasusnya bukan kasus agama, akan dihubung-hubungkan dengan agama.

And we will keep fighting.  Walaupun Ishak dan Ismail sama-sama gak ada yang beragama sama dengan apa yg sekarang kita yakini. 

By the way,  ada pertanyaan tak terjawab kenapa keduanya mempercayai nabi-nabi yang ada di Taurat/Torah walaupun semua nabi tersebut adalah keturunan Ishak.  Bahkan seakan ada loncatan sejarah dan silsilah dari Ismail ke Muhammad. 

Moral of the story: jangan poligami /selingkuh.

Jumat, 09 Januari 2015

The Root of Conflicts

In the light of religious hatred and the attack of Charlie Hebdo satiric magazine,  I ponder what makes human became inhumane?

From the ancient time,  human was raised with violence.  Starting from men fighting (and killing)  for food,  land,  sometimes women.  (Yes,  we still saw this in juvenile brawls claiming a girl to be their rightful girlfriend - although I think they are not merely fighting for the girl of their dream,  but moreover to defend their pride and dignity of a man,  which,  to my opinion,  will yield opposite reaction to the outside viewers).

If we saw history,  almost all wars are about fighting for food,  land,  women. And usually these 3 reasons are juxtaposing with each other.  Because in ancient time after human knows farming,  land equals to food.  And known women in the history are worth fighting for because they hold the symbol of legality of Kingdom.  For example: Cleopatra and Ken Dedes.

In the modern world,  we saw that there's a new cause of conflicts,  money.  Because after we know currency,  money is tradable for food,  land,  and (sometimes)  women. 

Now,  another cause of conflicts,  that is religious belief or personal belief.  Martyrs or 'mati syahid'  is believed to be a shortcut to heaven when you defend your beliefs or religions. 

Now is those people who claims that they're Martyrs or 'mati syahid'  are really truly exercise their (religious)  belief and nothing else? 

When men (including Catholic Church) banished all women who have skills as 'witches' in the ancient time (for their ability to cure, or to plant, or to persuade people)  is it really God that they defend?  Is it not the fear of losing followers which then decrease the number of offerings from the followers thus decrease in money received? We know that the papacy and Catholic Church hierarchy are men's world.  Thank God the Dark Ages for Catholic Church are (in most part of the world and most of the time)  over.

When Indonesian quick-judging that the everlasting conflict between Israel and Palestine is religious war,  the Palestinian themselves know that this is the fight for freedom,  the fight for land. 

When there's a commotion in Ketapang, Jakarta Barat late 1998,  where some churches are burnt down by some Moslems,  turns out that the Root cause is 'rebutan lapak parkir'  between geng Betawi (who happen to be moslems) and geng Ambon (who happen to be christians).  And we all know the Root cause of rebutan lapak parkir is of course,  money.

Now,  in Charlie Hebdo case,  they soon found that the murderer are drinking alcohol,  sleep with women,  which is not a sign of a true Moslem.  But they are Moslem in their identity card anyway.  Just like ours 'Islam KTP'.  And they are descendant of Moslem immigrants that had been marginalized all their life and make a  living by delivering pizza.  Not a stable job.  Then may be,  just may be,  it's not (only)  about (defending) religious beliefs at all.  This might be a pent-up frustration of the France system that kept immigrants at the bay of modernity and economic development. May be.

One thing I know now for sure,  it's tougher for poor people to be martyrs than rich corruptors to be called saints.

Sad but true.....