Kamis, 05 Februari 2015

Proses Mutasi SIM dari Surabaya ke Kabupaten Bogor

Nasib perantauan di pinggiran Jakarta,  salah satunya adalah memindahkan semua dokumen-dokumen dari kota asal ke tempat menetap sekarang.  Tak terkecuali SIM. 

Sebenarnya,  gue pernah daftar SIM Kab Bogor yang baru,  5 tahun lalu, tapi alih-alih dapet SIM,  yang ada malah kita dipermalukan dengan ujian praktek yang dilihat semua orang,  disorakin,  ditepuktangani saat melorot di tanjakan (padahal mobil ujiannya sendiri koplingnya sudah tinggi sekali,  alias kanvas koplingnya sudah habis),  melindas garis kuning saat parkir paralel  (padahal ukuran kotaknya hanya cukup untuk 1 bajaj) ,  dan menyenggol cone orange saat berzigzag dengan jarak spt lomba sepeda.

Tetapi karena kali ini gue sekalian tes kesaktian,  membuktikan perbaikan birokrasi di kepolisian (bila ada),  sekaligus terpaksa karena nama gue udh dicoret mama dari kartu keluarga mama.


MUTASI KELUAR DARI SURABAYA

Semua berawal dari CABUT BERKAS di Samsat Colombo Surabaya yang terletak di jalan Perak Barat,  cari aja signage ini. Gue ke sana begitu landing.  Jam 8.50 sampai di lokasi.



Syaratnya lumayan mudah,  fotocopy KTP kota tujuan 2x,  fotocopy SIM kota asal 2x. Dan bawa semua aslinya.  Kalo lupa fotocopy,  gampang....  Ada loket fotocopy di sono (letaknya dekat dengan pintu masuk).
Selain itu,  hal tricky lainnya adalah,  lokasi loket 4 (yang kalau nanya ke siapa saja selalu mengatakan loket 4), ada di ujung belakang deretan bangunan sebelah kanan.



Nah setelah menyerahkan semua data tersebut,  kita tinggal duduk diam,  dan dipanggil dalam waktu 30 menit (sambil menonton penebang pohon dengan gergaji listrik yang suaranya memekakkan telinga dan mirip balap motor liar di Kemayoran)


Apakah penantian gue usai?  Ooo tidakk!!!  Bapak di loket menanyakan : "ibu perpanjangan SIM terakhir di mana?".  Nah,  bingung kan?  Bukannya dia lebih inget?  Ternyata kalau perpanjangan di SIM keliling,  data gak online alias kita kudu meminta approval ke Kaops Unit Keliling yang kantornya di sebelah outlet BRI.


Dan...  Kaops yang bersangkutan sedang dipanggil oleh Kapolda,  sehingga surat pengantar dan keterangan cabut berkas baru dapat diambil keesokan harinya. 


Total waktu: 2 hari kerja (tapi hari pertama menunggu 30 menit, hari ke dua langsung dapat dalam waktu 1 menit)

Biaya: GRATIS kecuali fotocopy 1000/lembar


MUTASI MASUK KABUPATEN BOGOR

Ketololan pertama yang gue lakukan adalah,  menuju ke Samsat Cibinong yang terletak di dalam kompleks Bupati.  Sesampainya di sana,  ternyata Samsat hanya mengurusi mutasi surat kendaraan (STNK) . Bukan mutasi MANUSIA (SIM) . Kemudian gue harus pindah ke Polres Bogor,  yang berseberangan dengan Kantor Bupati di Jalan Tegar Beriman yang jalannya bisa dipake buat landasan pesawat saking lebarnya.

Di sini begitu masuk ke belakang via jalan samping, ada loket untuk pengurusan SIM, di samping lapangan tempat ujian praktek motor.


Nah, di loket pertama udah ditanya:

Petugas: "Ibu mau ngurus sendiri?" ...
Me (bingung): "Ngurus sendiri, Pak" (apa gak pernah liat ibu-ibu ngurus SIM sendiri?).

P: "Ibu bener bisa ngurus sendiri? Apa mau dibantu ngurusin?" ....
Me (Ohhhhh kesana toh arahnya...): "Ngurus sendiri, Pak..." ....

P: "Yakin, bisa?" ...
Me: "InsyaAllah bisa, Pak" ...

Gila deh, Bapaknya. Masaaaaa ngurus SIM sendiri gak bisa? Ada juga males karena biasa dipersulit.

Walhasil, dia ambil amplop dan memasukkan dan menjepret berkas untuk ditaruh di map.

P: "Ibu sudah bawa surat dokter?" ....
Me: "Belum Pak"
P: "Kalau begitu ibu ke belakang untuk pemeriksaan kesehatan"
Me: "Belakang mana, Pak?"
P: "Itu dari lapangan basket lurus aja terus ke belakang"

Berjalanlah gue ragu-ragu ke belakang, melewati lokasi uji praktek motor, uji praktek mobil, sampai tiba ada bangunan bertuliskan KLINIK. Dalam hati... oh.. disini... Begitu mau menginjakkan kaki ke dalam klinik, seorang ibu-ibu berhijab yang sedang mengobrol dengan seorang pria, berteriak ke arah saya: "Lurus aja ke belakang. bu" ... Dengan langkah pede, gue melangkah masuk ruangan.

Belum juga lewat dari daun pintu, si Ibu berhijab teriak lagi: "Lewat samping, Bu... Jangan lewat dalam."
Me (dalam hati): What the heck?

Ternyata.... pemeriksaan bukan di klinik resmi tersebut... melainkan, melewati jalan kecil, keluar dari pagar belakang kompleks di antara dinding yang dilubangi selebar 40cm, dan... ada dunia Harry Potter... Nggak lah... Ada ruangan-ruangan kecil. Ruangan yang berhadapan dengan pintu itu, adalah ruangan asuransi. Biaya Rp. 30.000,-  Entah asuransi ini resmi atau tidak. Ya sudah, bayar saja, Kemudian berhadap-hadapan dengan ruang asuransi itu, ada ruang dokter. Yang isinya 2 orang mbak-mbak muda berhijab, dan gak seorangpun dokter.  Bayar Rp. 20.000,- ditanya gambar tes buta warna, tensi asal-asalan (kenapa gue bilang asal-asalan? Gue yang biasa darah tinggi di sana bisa cuma 110/70, normal senormal-normalnya).

Setelah itu, kembali ke loket awal. Dari sana, petugas memerintahkan: "Tunggu di sana" sambil mengibaskan tangan menjauh ke arah deretan gedung.

Karena gak yakin kudu nunggu di mana, gue malah berdiri di pinggir lapangan uji praktek motor, sambil melihat seorang mbak-mbak dikerjain harus bermotor melingkar dengan lingkaran diameter 1.5 meter dengan roda tidak boleh lewat garis paralel keliling lingkaran yang berjarak 10 cm.  Lama-lama yang menonton makin banyak.... dan tiap kali si mbak gagal, ditepuktangani sama orang-orang. Cape deh...

Karena gak dipanggil-panggil, gue kembali lagi ke loket. "Pak, nunggunya di mana?" ... Petugas dengan santai menjawab: "Itu di pendopo." .... Ohhh ngobrol donk pak... ngobrol....

Sesampainya di pendopo, terlihat orang-orang duduk dan namanya dipanggil. Karena gak yakin antrian itu dipanggil untuk apa, maka gue masuk ke dalam ruangan di sebelah pendopo.  Di sana disambut satu petugas. "Ibu atas nama siapa?" ... Gue jawab: "Sienny, Pak"...  "Oh.. ibu dari tadi dipanggil gak ada orangnya".... (Yo wis lah pak, karep-karepmu).

Setelah itu, di loket yang satu ruangan dengan BRI, gue diberi formulir dengan pesan sponsor: "Apa ibu bisa isi sendiri? Atau mau diisikan?"  ... Wealahh... lagu lama...

Setelah isi formulir dan bayar resmi Rp. 80.000,- di loket. Kemudian menyerahkan berkas ke pintu 3, dan diberi nomor antrian untuk menunggu foto. Sambil menunggu, gue foto-foto:



Lagi enaknya foto-foto, gue ditegur petugas di loket formulir, "Ibu, jangan foto-foto"
Me (belagak tolol): "Loh, kenapa, Pak, kok gak boleh foto-foto"
P: "Ya, disini kan ada pimpinannya, gak enak aja kalo ada yang foto-foto gak ijin pimpinan"
Hih.. Orba banget deh....!!

Saat dipanggil untuk foto, langsung tanda tangan sambil mengantri. Saat duduk difoto, serahkan tanda tangan di kertas putih. Untung gue minta cek nama. Nama gue kehilangan N 1, jadilah harus kembali ke pintu 3 untuk perbaikan berkas. Kemudian ke antrian foto.

Setelah difoto, menunggu 10 menit, nama dipanggil di pendopo, SIM kita dapatkan. HOREEE!!! Akhirnya resmi warga Kabupaten Bogor.


Total waktu: 2 jam (proses bolak balik dan menunggu sepertinya didesign supaya orang kelelahan dan kehilangan kesabaran)

Biaya: Rp. 30.000 (asuransi) + Rp. 20.000 (kesehatan) + Rp. 80.000,- (perpanjangan SIM) = Rp. 130.000,-

Well... I imagine... this is bearable.... Saat gue udah kepala 4, I do everything myself, at least once....

Untuk yang mau membuat SIM baru... bisa lihat link ini... https://jbkderry.wordpress.com/2014/11/02/pengalaman-tips-urus-perpanjangan-sim/ .. Kalo menurut penulis blog itu, mending bikin baru. Tapi kalo pengalaman gue, mending mutasi dan perpanjang.  Di blog tersebut juga ada video tentang ujian praktek yang disorakin banyak orang itu.

3 komentar:

Ron mengatakan...

Birokrasi di Indonesia memang rumit. Di wilayah tertentu lebih mudah perpanjang, di wilayah lain lebih mudah buat baru. Di tempat yang lain lagi keduanya sama-sama sulit dilakukan :S

Sienny Sentosa mengatakan...

Hehehe... iya.. kudu tabah, sabar, dan tawakal... hehehe... Yang penting kita banyak waktu dan gak kepancing emosi kalo disuruh bolak-balik. Takutnya kalo kita kepancing ngomong kasar malah dipersulit. Jadi berasa ketemu dosen pembimbing yang killer...

ding.dong mengatakan...

Mengapa pengurusan SIM di luar asal SIM awal hrs membawa surat mutasi dari samsat pembuatan pertama kali/awal, bukan kah mereka online antar samsat dari satu provinsi ke provinsi yg lain.

Dan seharus nya mereka bisa mengecek/melihat sendiri dari mana awal SIM kita buat, ribet sekali ya birokrasi kita.