Selasa, 14 Oktober 2014

Nurani yang Terusik (Kasus Penganiayaan Siswi SD Bukittinggi oleh Teman Sekelas)

Beberapa hari ini,  sejak melihat postingan video gadis berseragam putih merah dengan hijabnya digebugin teman-teman sekelas,  gue merasa gelisah.  Detail mungkin pembaca juga sudah menonton. Saya gak mau post link di sini.  Terlalu menyedihkan.

Dengan lokasi di kelas,  dengan begitu banyak teman di sekitarnya,  tanpa takut-takut dan malu-malu,  beberapa temannya bergantian,  menabrak,  memukul,  menendang,  seorang gadis yang sudah terpojok di sudut kelas dengan isak tangisnya.  Tidak berapa lama,  teman yg gadis,  yang sama-sama berhijab,  ikut perpartisipasi menendang dan memukul gadis ini.

Dan tidak ada satupun yang berani menolong atau stand up untuk gadis ini. 

Yang masih punya nurani, berucap (dalam bahasa Minang) : hentikan.  Tapi tidak ada upaya lain. 

Hati saya hancur.  Sedih yang perih. 

Lepas dari trauma yang ditimbulkan kepada korban kekerasan,  ada 1 hal yang lebih urgent,  lebih mendasar,  lebih sistematik.

Anak-anak inilah yang nantinya akan berhadapan dengan anak-anakku.  Anak-anakmu.  Anak-anak kita.  Anak-anak yang dengan mudah main kekerasan karena ada ucapan yang "tidak enak".  Mereka akan bersama-sama menghuni negara Indonesia,  bersama anak-anak kita.

Apakah kita siap?  Apakah anak-anak kita siap? Apa yang sudah kita lakukan?

Lebih miris lagi melihat perkembangan kasus ini selanjutnya.  KPAI dan Polisi justru mengusut pengunggah video yang mencelikkan mata kita ini.  Pengunggah video akan dipidanakan dengan pasal UU ITE. Undang-undang yang sama yang menjerat Prita (vs.  RS Omni) ,  juga @benhan (vs.  Misbachkun-dulu politisi PKS kini Golkar) . Anak-anak dan sekolah tidak proses,  isunya karena urusan politik (yang saya gak bisa disclose di sini supaya jangan saya yg kena UU ITE).

Negara dan Polisi,  yang seharusnya jadi benteng pelindung terakhir,  sekarang menjadi penindas utama. Entah demi apa.

Dan ingat,  anak-anak pelaku kekerasan yang kini dibela sekolah,  guru,  KPAI,  akan merasa bahwa memang kekerasan adalah jalan keluar apabila ada konflik.  Tidak ada proses pembelajaran dari pengalaman ini.

Maka seperti yang aku bilang ke anak-anak.  Manusia,  adalah binatang yang paling sadis.  Semua binatang buas membunuh,  menyerang,  karena lapar dan bertahan hidup.  Manusia menyerang,  membunuh,  karena "tidak suka".

Duh Gusti...  Kasihanilah kami... 

Tidak ada komentar: