Selasa, 09 Desember 2014

Mati Konyol ala Indonesia

Nyaris tiap hari gue melewati tol Jagorawi.   namanya juga penghuni pinggiran Jakarta. Maklum, saking pinggirnya,  rumah gue udh masuk  Kabupaten Bogor.

Beberapa minggu ini,  ada beberapa kegiatan di pembatas jalan tol antara yang arah ke Bogor dan arah ke Jakarta.  Partisi yang dari besi diseling  bunga yang beberapa kali disruduk mobil (termasuk salah satunya mobil anak Ahmad Dhani),  diganti beton.

Suami spontan bilang: kok diganti beton sih?  Kan lebih bahaya?  Dalam artian,  bila ada kecelakaan yang menghantam pembatas jalan,  impactnya akan lebih fatal.

Reasoning saya: daripada kecelakaan di satu arah yang melompat ke arah sebaliknya (seperti kasus anak Ahmad Dhani)  dan menyebabkan mobil dari arah sebaliknya menjadi korban,  mungkin sekalian aja,  mati sendiri yg nyeruduk.  Mungkin gitu logikanya.  Entah.

Selain itu,  proses pembuatan beton setinggi ~1  meter itu dilakukan manual,  siang hari,  dengan pengamanan sangat minim kalo bisa dibilang gak ada. Pengaman para tukang ini hanyalah cone orange yang dipindah2kan mereka sendiri. Karena mereka mengerjakan dengan arah menuju Jakarta.  One slab at a time.

Adapun jalan masih dibuka 3 lajur,  cuma di beberapa lokasi yang diberi cone menjadi 2.5 lajur. Dan mobil-mobil tetap melaju dengan kecepatan tinggi,  sambil banting setir ke kiri kalau melihat cone.

Baru sadar,  memang nyawa warga negara Indonesia nyaris gak ada harganya,  kalau kalian orang biasa-biasa.  Lihat bedanya sangat jauh dengan pejabat menengah atau orang kaya yang ogah kena macet dan menyewa voorrijder untuk mengamankan jalur bepergiannya.  Sungguh ironis.

Apakah karena peribahasa "Mati satu tumbuh seribu",  "Esa Hilang Dua Terbilang",  makanya mati murah marak dimana-mana?  Walahualam.

Tidak ada komentar: