Kamis, 29 Juni 2017

Catatan Perjalanan yang Tertunda - Fushimi Inari Taisho

Salah satu lokasi yang menjadi bucket list gue adalah Fushimi Inari Taisha, salah satu Shinto shrine yang paling photogenic dengan warna orange terangnya.

Saat ada kesempatan dari kantor untuk berangkat ke Osaka, dan waktu find out bahwa Kyoto hanya 1 jam perjalanan naik kereta ke Kyoto, aku merasa bahwa Fushimi Inari is a MUST.

Dan Kyoto adalah hari ke 2 setelah kedatangan. Sengaja berangkat rada pagian (dengan catatan belom sarapan). beruntung karena lokasi hotel ada di JR Osaka Station sehingga tinggal walking distance ke Hankyu Umeda Station yang terletak persis di seberangnya.

Sebetulnya bila kita gape dengan network di kolong stasiun itu, kita bisa pindah dari stasiun ke stasiun tanpa keluar dari gedung. Jadi pakai labirin bawah tanah. Tapi itu nanti aku jelasin di blog tersendiri ya.

Hankyu line ini memang perusahaan Kereta Api yang sangat kuat untuk jalur Kansai Osaka - Kyoto. Bahkan setengah perjalanan, pemandangan keluar jendela adalah Stasiun sekaligus depo Hankyu Railway. Seru lihatnya.

Stasiun terdekat dengan Fushimi Inari ada 2: Fushimi Inari Sta milik Hankyu Railway dan JR Inari milik Japan Railway. JR Inari lebih besar dan punya akses jalan masuk pintu utama ke Fushimi Inari, dimana banyak orang berfoto dengan background big torii dan main shrine-nya. Fushimi Inari Station lebih kecil dan melalui jalan-jalan kecil termasuk akses samping ke kompleks Fushimi Inari, dimana sepanjang perjalanan pada jualan makanan yang yummy yum yum...


Main Shrine dan Big Torii Gate

pedagang makanan sepanjang jalan sekitar Fushimi Inari

Mochi yang kenyal2 dan lembut banget... maknyussss

Mau lewat mana, sama aja, dan karena aku pikir lebih dekat, aku berhenti di Fushimi Inari Station, melewati stand makanan. Pulangnya karena akan ke Arashiyama (Bamboo Path) baru melewati JR Inari.

Karena datang kepagian, pedagang makanan belom pada buka (disitu kadang aku merasa sedih). Padahal turis sudah ramai. Banyak anak-anak sekolah dengan guru atau pimpinan groupnya yang cantik pakai jas dan topi kecil membawa bendera. Persis seperti di anime.

Anyway... karena aku datang sendirian dan gak ada yang menjelaskan, maka I have moral responsibility to explain now, jadi orang-orang yang jalan sendirian gak salah jalan.

Pertama, sebelum memasuki area shrine, ada  pancuran tempat air. Itu lokasi bilas. Semacam air suci kalau di Katolik, sebelum masuk Gereja. Atau wudhu buat umat Muslim. Cucilah tangan di sana... dengan aturan sebagai berikut:
1. Ambil air dengan gayung panjang pakai tangan kanan dari pancuran, siram ke tangan kiri.
2. Ambil air dengan gayung panjang pakai tangan kiri dari pancuran, siram ke tangan kanan.
3. Dengan tangan kiri, tuangkan air dari gayung ke tangan kanan, bilas mulut (jangan kumur, gak sopan)
4. Ambil air di gayung, tuang ke arah pergelangan tangan untuk membilas gagang gayung yang tadi kita pegang.

tempat membilas tangan dan mulut di depan Fushimi Inari


Iya... segitu complicatednya... dan itu baru pembukaan... *sudah berasa mau nangis belom?*

Biasa setelah itu, kita menuju main shrine yang terletak di belakang bangunan terbesar di lokasi tersebut. Di dalamnya terdapat dewa-dewa Shinto. yang harus kita lakukan adalah sebagai berikut:
1. Membungkuk dalam (90 derajat) 1x
2. Bertepuk tangan 2x
3. Berdoa
4. Bertepuk tangan 2x
5. Membunyikan lonceng dengan menarik tali
6. Membungkuk dalam 1x untuk mengakhiri doa.

main shrine dengan deretan lonceng di tepian langit-langitnya


Tapi karena gue gak sealiran dengan Shinto, gue cukup puas melihat orang-orang membunyikan lonceng (some are purely due to curiosity dan bukan karena berdoa).

Di samping kanan main shrine ini ada smaller shrines yang juga dipakai untuk berdoa. Dan di sini, tema utamanya adalah gantungan tali warna-warni.

Tali-tali yang berisi ujub doa

smaller shrine

Saat aku datang, ada 1 bale mirip panggung yang dipakai untuk upacara. Upacaranya itu adalah seorang wanita menari dengan pakaian tradisional dengan wajah diputihkan. Lagunya dengan tabuhan tradisional, gendang, seruling, dan perkusi lainnya. Tapi ada bagian keamanan yang memastikan pengunjung yang menonton tidak bersuara dan tidak mengambil foto.

Kemudian dengan rasa penasaran tinggi untuk menemukan rows of torii gate segera aku berkeliling sekitar area main shrine, dan menemukan patung anjing yang menjaga kuil (belakangan baru tahu kali itu teh FOX alias rubah... lain anjing). Rubah itu binatang yang dipercaya menjaga beberapa shrines di Jepang, simbol kecil tapi cerdas dan lincah.

Rubah penjaga kuil

Dan sebelum ke belakang kita melewati area dimana kita bisa memberikan sumbangan dengan mendapatkan berbagai material untuk ujub doa, papan kayu yang bisa ditulis-tulis, atau ramalan kertas yang kalau jelek bisa diikat-ikat ke tali-tali yang disiapkan di sana. Dan semuanya gak ada yang jagain. Mungkin dianggap uang receh kali ya.

lokasi ujub dan sumbangan

Ada lagi yang berupa loket-loket, tetapi karena ada tulisannya No Photo... ya nggak berani foto... daripada kena deportasi.

Semakin berjalan ke atas, ada banyak shrines kecil dalam perjalanan menuju torii gate. Modelnya lucu-lucu dengan 1 warna tema: orange menyala.


beraneka kuil kecil sepanjang setapak

Sampai akhirnya.... VOILA!!!

deretan torii gate pertama yang penuh karena turis pada mau foto di sini... 

Penuhnyaaa.. sampe umpel-umpelan... sumpah, gak ada bagus-bagusnya selain toriinya besar-besar sehingga terlihat gagah, tapi cat sudah pudar.

bagaimana mau foto bagus coba... udah mau nangis liatnya


Syukurlah umpel-umpelan ini hanya berakhir di pelataran berikutnya dimana ada berbagai object foto yang menarik, yaitu permohonan yang ditulis di kayu berbentuk wajah rubah...

Dan seperti biasa... dengan "tenaga bulan" orang-orang Jepang bisa membuat dia sebagai display gambar anime yang menarik.


Di pelataran ini juga ada batu bertuah di salah satu ujungnya. Anak-anak dengan seragam sekolah berbaris rapi dan bergantian berusaha mengangkat batu, dipercaya yang bisa mengangkat batu akan tercapai cita-citanya. So far aku tungguin 5 menit sih, semua anak bisa mengangkat batu (tentunya dengan berdoa sebelumnya, mungkin seperti make a wish sebelum tiup lilin, gitu).

ritual mengangkat batu

Nah.. barulah setelah pelataran ini... kita benar-benar menuju rangkaian torii gate. Kira-kira begini petanya:

peta lengkap torii gate

Diperkirakan apabila mau mengikuti napak tilas seluruh rangkaian gerbang bambu ini, membutuhkan waktu 2-3 jam. Karena memang tidak terlalu full acara hari itu, dan Fushimi Inari bagaikan memanggil jiwaku untuk datang, maka aku putuskan, aku akan coba jalan sekuatnya, 

Jalan setapak yang tadinya masih penuh manusia, perlahan menjadi lebih longgar. Rupanya rata-rata turis berhenti sampai pelataran itu. Jadi saat naik ke atas, hawa lebih dingin, orang lebih sedikit sehingga mudah sekali menemukan spot sempurna untuk berfoto. Rata-rata yang naik ke atas selain turis bule adalah orang Jepang sendiri. Atau fotografer dengan kamera DSLR lengkap dengan tripod. 

Di sepanjang jalan setapak ini, kita bisa mendengarkan kicauan burung-burung, air mengalir dari puncak Gunung Inari, hingga puluhan shrine kecil yang bertebaran di punggung gunung Inari ini, termasuk kuburan, pemujaan kecil, kuil yang membutuhkan kita untuk keluar dari jalan setapak utama (yang gak berani gue lakukan karena takut nyasar).

pemandangan menuju ke puncak

pemandangan turun dari puncak


Dan.. tips untuk spot foto terbaik adalah dari atas turun ke bawah. Karena dari atas itulah tulisan di bilah bambu itu terlihat jelas. Tulisan tersebut adalah nama penyumbang / donatur dari pembangunan Fushimi Inari shrine. 

Jadi ingat dalam kepercayaan kuno, termasuk animisme dan dinamisme, gunung atau tempat tinggi dianggap sebagai tempat tinggal dewa-dewa atau kekuatan ynag lebih tinggi daripada kekuatan manusia. Jadilah tempat persembahan, atau tempat sembah hyang (sembahyang), diletakkan di tempat yang dianggap paling suci, sebagian besar di puncak-puncak gunung. 

Mungkin atas dasar itu pula, tulisan donatur torii gate juga ditulis menghadap ke puncak, supaya dewa-dewa bisa membaca siapa yang menyumbang, sehingga bisa melimpahkan berkat secara tepat. Atau juga karena adat ketimuran yang membuat kita enggan pamer bahkan saat banget pengen pamer, sehingga nama ditulis besar-besar tapi di belakang. Semacam humble brag gitu.

If you ask me how far I go... jawabannya "Not that far"... Baru perhentian ke dua. sudah lewat dari Danau yang ada di perhentian pertama, tapi masih jauhhhh dari puncak. Udah cape. Selain itu, perhentian kedua ini adalah perhentian terakhir dimana masih ada short-cut ke bawah. Di perhentian berikutnya, lanjut sampai ke puncak. May be next time. 

Dan jalan turun dari perhentian kedua ini sangat menarik karena melewati sisi yang berbeda, yaitu perumahan penduduk sekitar. Lengkap dengan tempat doa kecil sepanjang jalan. Disini juga terlihat, kepercayaan mereka itu mixed antara Shinto dan Buddhist, karena ada beberapa patung-patung Buddha bahkan Dewi Kwan Im (Avalokiteswara).

beberapa shrine dalam perjalanan turun lewat perumahan

jalan setapak dalam perjalanan turun

suspected patung Dewi Kwan Im

suspected patung Dewi Kwan Im

I grew up in Buddhist family, and my Mom is Kwan Im worshipper, bahkan Mama has been avoiding beef for a long-long time. I know that there are many forms of Goddes of Mercy. Mirip-mirip Bunda Maria bagi orang Katolik.  Dan di Jepang ini, semua patung Dewi Kwan Im nya ini menggendong bayi. 

Mungkin ini menggambarkan kerinduan masyarakat Jepang terutama kaum seniornya, akan datangnya keturunan atau bayi di keluarganya. Hal ini mengingat kaum muda di Jepang jarang yang mau menikah dan punya anak, dan lebih jarang lagi yang religius. Mungkin.

Anyway, mengunjungi Fushimi Inari itu bagaikan membaca denyut hidup masyarakat Jepang, kepercayaan mereka, kekhawatiran mereka, harapan mereka, cinta mereka. Semua bergelut menjadi satu. Di Inari. 

Late post from visit 23 Mei 2017


Tidak ada komentar: