Kamis, 07 Januari 2016

Memahami Tubuh - Body Journey

Tubuh kita adalah satu-satunya wadah jiwa kita selama hidup kita di dunia ini, at least saat ini (buat mereka yang percaya konsep reinkarnasi), jadi sudah layak dan sepantasnya kita menyayangi tubuh kita ini, sampai nanti kita beralih ke dunia lain, yang entah seperti di siaran televisi atau nggak.

Logis kan?

Kalo memang menyayangi tubuh kita ini logis, kenapa banyak orang membenci tubuh mereka? Mereka tidak puas dengan tubuh yang mereka bawa-bawa. Mereka mengharapkan paha yang lebih kecil, dada lebih besar, pipi lebih tirus, pinggang lebih ramping, ... dan ketidakpuasan lain.

Terima kasih industri kecantikan dan kebugaran yang meraup trilyunan rupiah tiap tahunnya, di atas ketidakpercayaan diri manusia. Kuncinya adalah makin tidak percaya diri, makin banyak potensi uang mengalir ke kantong-kantong perusahaan tersebut. Jadi dibuatlah semakin hari, standar kecantikan yang makin lama makin tidak masuk akal. Mata besar, rambut pirang, dada besar dan bundar yang anti gravity, kaki langsing tak berdaging, kulit cerah. Itu manusia atau boneka Barbie?

Yang lebih sedih lagi. Tubuh kita yang cuma sementara ini, kemudian seakan lebih penting daripada jiwa yang mendiaminya. Ibarat kata, kita minum kopi, tapi gelasnya yang kita bagusin terus, padahal isinya ya cuma kopi campur jagung yang beli kiloan curah (yang juga banyak orang suka, mind you). Pun penyajiannya dingin dan pahit.

Bukankah lebih nikmat minum kopi arabica kelas 1 yang disimpan bertahun-tahun, slowly roasted to golden brown, grind to fine powder sesaat sebelum diseduh, dan disesap sesaat setelah diseduh, walau hanya disajikan di wadah sederhana, misalnya gelas jadul.

Aku sendiri, butuh waktu lama untuk menyayangi tubuh ini... dan butuh waktu lebih lama untuk menyayangi jiwa ini. Sampai sekarang pun masih struggling dengan body-image acceptance dan soul-loving. Mungkin karena dari kecil gue gendut, dan sering jadi olok-olokan lawan jenis saat SMP -- bahkan saat reuni terakhir. (Ternyata dinamika remaja itu: gendut diolok-olok, kurus diolok-olok, item diolok-olok, putih diolok-olok, NASIBBBB!!!)

Dan setelah histerektomi lebih dari setahun lalu, gue memecahkan rekor dengan naik 5kg dalam setahun TANPA HAMIL!!! Apalagi kesibukan pekerjaan dan anak-anak mengakibatkan olahraga terlantar (disamping ibu-ibu penguasa treadmill yang bisa back to back 2 jam menguasai 1 treadmill tanpa perduli yang ngantri, yang sekaligus merangkap ibu-ibu penguasa remote control yang mengakibatkan gue males ke gym).

Selain itu, cedera bahu yang mengakibatkan kekuatan tangan turun, juga nyeri di pinggang kiri, sehingga menyulitkan bila harus melakukan yoga yang banyak bertumpu di tangan, atau melakukan gerakan membungkuk dan berdiri berasa,, oh so painfully bliss.... Mungkin juga ada unsur bosan karena sudah yoga lama tapi kalah sama Utami Dewi yang ikut yoga sekali langsung handstand...

Walhasil, gue kembali ke kebiasaan sedentary ala persahabatan .... (karena persahabatan bagai kepompong --- iya gue garing!) .... Sampai ketemu dengan Graceline Sinaga yang mengajar yoga di rumahnya.

Karena nyaris privat, seluruh gerakan yang kurang tepat dibetulkan sehingga mengurangi nyeri dan sakit di shoulder dan pinggang kiri. Misalnya gerakan sesederhana downdog, dia tarik-tarik pinggul kita ke atas seakan-akan mau digantung di langit-langit. memangnya gue lampu?  Tapi berkat ticer cantik satu ini, gue melakukan yoga dengan baik dan benar.

Tapi level keimanan gue terhadap yoga (ya Tuhan, ampuni aku yang murtad) benar-benar naik gila-gilaan sejak follow Instagram @crazycurvy_yoga yang biarpun chubby tapi sangat flexible dan strong.

Selain itu, karena scoliosis, belakangan kerasa banget punggung atas hingga shoulder ini sangat stiff gila-gilaan. Jadilah gue sering berusaha backbend di pinggiran kasur (dengan 7/8 tubuh tetap berbaring dengan nyaman di kasur, of course). Dan usaha-usaha ini bukannya mengakibatkan lebih enak tension di punggung atas, tapi makin menjadi-jadi. :'( ... huhuhu... Belakangan gue berusaha tidur dengan ganjelan handuk di belakang leher, tanpa bantal... tapi jadinya malah ngoroknya kenceng sampe diprotes Julian.

Hari ini, gue mulai yoga di kelas yang biasa gue ikutin. Gue amazed karena udah lama gak ngikut yoga yang full gerakan selama sejam dengan variasi yang 'lumayan'. Memang as predicted, ada beberapa  gerakan yang biasa bisa, kali ini gak bisa, karena kekuatan tangan yang melemah.  Tetapi amazingly, ada beberapa gerakan yang dulu gak bisa, sekarang malah bisa. Yang dulu uglig-uglig sekarang stabil. Puji Tuhan...

Yoga juga meyakinkan aku bahwa tubuh kita gak simetri. Tumpuan kaki kananku jauhhh lebih kuat daripada tumpuan kaki kiri, misalnya. Gak usah ngomong punggung dan gerakan yang melintir. Ingat scoliosis, trus ingat anak gadis yang meninggal setelah mengikuti chiopratic membuat gue bertahan dalam gemetar ....

Anyway busway... gue berterima kasih pada Tuhan yang memberi gue badan segedhe kebo... karena ini adalah tubuh yang kuat menyangga dan menggendong ketiga anak-anak yang dulu lucu sekarang garing. Tubuh yang membawa aku berpetualang ke tanah-tanah jauh seperti Dora the Explorer. Tubuh yang diberi kecerdasan diatas rata-rata sehingga gak mudah termakan fitnah, cuma termakan fitness.

Sekarang tantangannya adalah bagaimana menjadikan yoga sebagai gaya hidup, padahal gue omnivora dan doyan makan.

Biarlah hal-hal ini menjadi misteri Illahi...

Tidak ada komentar: