Jumat, 22 Januari 2016

Journey of Faith

I trust that faith has its ups and downs in everyone's life. Even mine. Even a Father. Even Christ's Disciples.

And amazingly, sometimes the worst incidents in my life, when I reflected back, is also the highest point of my faith.

Gue adalah korban baptis dewasa... (((korban!!!)))... yaitu saat SMA kelas 1. Krisma saat SMA kelas 2.

Saat tahun pertama pergi kuliah, tahun itu juga merupakan tahun meninggalnya Papa. 24 tahun yang lalu (iya, tua! Diam kau!!)... Dan saat itu, aku dikelilingi teman-teman sesama mahasiswa Indonesia, sehingga dalam saat yang paling rendah, aku merasa Tuhan hadir dalam diri mereka. Sahabat dari Emaus. Dua kakak beradik menemani tidur semalaman, dan mengurus tiket hingga paspor sampai aku kembali ke tanah air ke hadapan peti jenazah papa.

Dan selama dalam perjalanan studi, ada 1 Romo Jesuit yang saat itu sedang bersekolah di University yang sama seperti Alicia Keys (suer!!!)... sebut saja si Bunga.... (lahhhhh!!) ...... si Bunga dengan wibawa, kharisma, dan kepandaiannya (Jesuit, gitu loh!) mengumpulkan gerombolan umat Katolik di Amerika dalam mailing list khas Katolik.

Sekalinya retret bersama dengan anggota mailing list, yang saat itu dipimpin si Bunga, gue didhapuk jadi organis, karena organis yang awalnya bersedia ternyata gak datang. Dengan tertatih-tatih, gue main beberapa lagu karena sudah bertahun-tahun tidak memegang organ, selain memang gak tahu partiturnya, wong gak pernah jadi organia gereja.  Ndilalah sebelum Misa mulai, Romo Jesuit a.k.a Si Bunga, dengan indahnya memainkan beberapa lagu dengan teknik yang jauh di atas gue. Langsung minder pala barbie....

Buat gue yang gampang kagum dengan orang pinter, si Bunga ini bagaikan Romo setengah malaikat. Sudah pinter, bijaksana, pinter main organ, jago komputer dan jago komputer networking, dan (ini yang penting) bisa menggerakkan orang-orang untuk satu common goal.

Kesempatan lain yaitu retret bersama-sama dengan beberapa Romo Jesuit dan Romo lainnya, yang sama-sama di Amerika Utara, dan makin paham memang Romo-romo Jesuit itu cerdas-cerdas, pintar-pintar, dan belajarnya aneh-aneh (well, orangnya juga rada aneh-aneh sih, pada strong personalities semua).

Walaupun wali baptis gue sesungguhnya adalah guru agama saat SMA (yang saat ini entah kemana, ada rumour bila beliau sudah menjadi suster biarawati), tetapi deep-down inside my heart, gue merasa wali baptis gue sesungguhnya yang mengawal iman gue di saat-saat jauh dari 'rumah' itu adalah Romo-romo Jesuit ini. Terutama Si Bunga dan Romo Bas, yang saat ini menjadi pengajar di Sanata Dharma.

Setelah gue lepas bangku kuliah dan kembali ke tanah air sebagai kuli kapitalis, gue hilang kontak dengan Romo-romo tersebut.

Beberapa waktu lalu karena group whatsapp, mendadak saya terhubung lagi dengan Romo-romo Jesuit. Dan kemarin, terhubung dengan si Bunga. Duh... girangnya seperti ketemu sahabat lama. Guardian angel, bahkan.

Kemudian terbaca: "Saya di JKT. Sienny jangan kaget ya. Sejak Th 2006 Saya Sdh meninggalkan Serikat Yesus. Memang imamat belum dicabut Karena perlu proses yg panjang..........(truncated messages)"....

Saat itu, serasa dunia runtuh. My angel, guardian angel, ternyata Romo juga manusia. Romo adalah semanusia-manusianya manusia, walau kadang kita menganggap dia sebagai setengah malaikat.

Part of me is crushed, all that I believed, all the goodness in a Father, all the teenage idealism in me wants to scream. But another part of me, as a friend, as an old acquaintance, I want to congratulate him for finding what his heart desires. I want to respect his decision to be in charge with his own live, and at the same time pray for his happiness and his successful future ventures.

*nangis dulu*
*dasar cengeng*
*mungkin ini hormonal*
*mungkin juga karena kerjaan juga sangat menyita waktu dan mengecewakan*
*ambil napas panjang*

(Drama - drama - drama - drama - drama)

Today, I admit, was one of the lowest point of my life. But as I experiences many times, hopefully it will be the highest point of my faith.

Faith that God has provided different paths for us all, at times much better than our chosen ones.

Faith that Father is also human with their strong and weaknesses. And not (contrary to my belief that) all Fathers that left their ordinations, are doing it for worldly pleasure. And even if they are, they are not a bad person. They are still the kind and considerate person that they were in the first place. And who are we to judge those who have dedicated some parts of their life to God and for God only?

Pray for your well-being and happiness, Father Bunga....

Tidak ada komentar: