Jumat, 22 Mei 2015

Media sosial dan Manusia Modern

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi belakangan ini memang sangat pesat.  Dengan adanya jaringan yang terinterkoneksi, batas negara itu seakan memudar, kita menjadi masyarakat yang berbaur dengan masyarakat internasional. Di sisi lain, sistem perekonomian juga melebur menjadi satu, istilah kerennya perekonomian global. Maka ada istilah duit tidak mengenal negara. Begitu juga jodoh #eaaaa #gubrag

Seiring dengan berubahnya tatanan sosial dalam kehidupan manusia, ada beberapa perubahan dalam diri kita seiring dengan penggunaan media sosial yang semakin lama semakin merangsek kehidupan nyata kita. Berikut beberapa ciri-ciri manusia modern dan media sosial yang dipergunakannya.




1. Voyeurism and Exhibitionism
Kegemaran untuk melihat dan dilihat. Bisa kita lihat, hal-hal yang dulu disembunyikan, baik itu tubuh sebagai representasi seksual, harta sebagai indikator kesuksesan pribadi, preferensi/ orientasi seksual di luar yang mainstream (alias LGBT), sekarang bertaburan di media sosial.  Baik itu FB, Path, Twitter, Instagram, dst.  Perlu diingat para voyeurist dan exhibitionist ini adalah orang-orang yang mempunyai kepuasan tertentu saat apa yang dipamerkan/dicari dilihat dan disukai banyak orang. Dilihat dari jumlah orang yang merespond dengan Like atau <3

Harap dibedakan dengan beberapa kaum yang memang memajang dengan niat 'jualan' ya... Karena kalau itu, mereka menganggap kegiatan posting-posting ini sebagai alat jualan atau advertising. Mereka orang-orang praktis. 


2. Visual stimulations
Kata siapa laki-laki itu mudah terstimulasi secara visual. Wanita pun. Karena manusia cenderung lebih mudah terstimulasi secara visual, maka media sosial yang disukai juga yang bisa menampilkan / menawarkan stimulasi seksual ini. Contohnya: Instagram, Facebook, Path, Pinterest, Tumbler.

Untuk itulah twitter dan ask.fm yang hanya bertumpu pada kata (walaupun banyak juga yang suka attach foto maupun video), dianggap mempunyai 'nilai tambah' hanya untuk orang-orang (yang katanya) intelektual.

Tapi hal ini pun aku challenge dengan artian, Twitter dan ask.fm bisa jadi hanya entry point untuk interaksi lebih lanjut. Tentunya, dengan beda generasi, Twitter akan berakhir di BBM atau Whatsapp, adapun ask.fm berakhir di Line. Yakin juga, dalam interaksi yang lebih personal, akhirnya visual stimulation lah yang lebih menang. 

Gampangnya, cewe2 cantik dengan body bohay akan punya teman/follower lebih banyak daripada orang yang tampang biasa-biasa saja. Juga, foto2 cewe cantik dan sexy, yang ngelike bejibun.


3. Materialism
Dulu pamer harta itu dianggap aib. Orang kaya pun to some extent berusaha untuk hidup biasa-biasa aja. Nah, sekarang, pamer itu hukumnya wajib. Dan yang banyak dipamerkan adalah.. ya harta... apalagi. Bisa berupa uang, baju/tas mahal, liburan ke luar negeri, lifestyle atau gaya hidup, dst. Intinya, pamer membuat kita exist.  

Kalo gak percaya, salah satu dari posting instagram gue yang paling banyak di like adalah gambar duit. Mungkin kalo yang gue jebreng adalah US Dollar, yang ngelike lebih banyak lagi. Makin kaya, makin exist.


4. Existence in a form of Approval from Others
Berlawanan dengan konsep inner peace, maka saat ini banyak orang yang gelisah dan unhappy bila postingannya gak banyak yang nge-like. Seakan eksistensi hidup kita ini tergantung dari approval orang lain tentang seberapa menariknya postingan kita. Padahal postingan kita belum tentu mencerminkan kenyataan.  Berapa banyak orang yang posting mengenai kesetiaan saat dia bercumbu dengan selingkuhannya.

Saat happiness kita tergantung dari respond teman-teman (dan bahkan orang asing) di media sosial, saat itu juga, kita menyerahkan inner peace kita kepada FB algorithm, instagram algorithm, dan penghitungan perangkat lunak yang akan memprioritaskan atau tidak memprioritaskan posting kita berdasarkan kata kunci tertentu. 

Menyedihkan? Hooh.... 


5. Menjauhkan yang Dekat dan Mendekatkan yang Jauh
Pameo ini sudah beredar lama, namun menurut gue sampai saat ini masih relevan banget. Dengan media sosial, stalking skill kita terhadap orang-orang yang cuma kita kenal sepintas lalu, atau bahkan tidak kita kenal sama sekali (apalagi untuk selebiti maupun selebriti-selebritian) meningkat dengan tajam secara eksponensial. 

Tetapi pada saat yang bersamaan, terhadap orang di sekitar kita, kita menunjukkan ketidaktertarikan , bahkan merasa terganggu ... 


Paradoks adalah keinginan kita untuk memeluk modernitas dan kemajuan tehnologi, membuat kita justru kehilangan pelukan dari orang-orang yang kita cintai.....

22 Mei 2015
16:18
ditulis sambil galau karena program komputer crash dan harus input ulang semua transaksi

Tidak ada komentar: