Jumat, 06 Februari 2015

Ini Medan, Bung!

Sebagai orang Surabaya yang merasa Ujung Kulon saja sudah jauh banget, Medan yang terletak di utara pulau Sumatera itu seperti planet lain. Memang tahun 1996 saat masih single (sekarang sudah quintuple), pernah ke Medan dengan mama dan saudara-saudara. Tapi sebagai turis yang menyewa minibus untuk ber-6 (mama+4 anak+1 karyawan toko) saja, dengan satu tour guide Pak Johny Sipayung, pastinya kita tidak melihat gaya hidup sehari-hari orang Medan yang katanya "keras"!!

Belakangan setelah pekerjaan mengharuskan untuk ke Medan, barulah kita berkeliling-keliling kota, antara naik taksi, jalan kaki, dan rental mobil, dan melihat dari dekat kehidupan orang-orang Medan. Dan dari pengamatan gue, kota Medan buruk untuk kesehatan. Ini alasannya:

1. Makanan enak

Kota Medan terkenal dengan makanan yang enak, mulai dari makanan cina seperti kuetiauw, mie --yang levelnya menurut boss Jepang gue sudah menyamai kualitas mie di Singapore; makanan batak seperti babi panggang karo, arsik; makanan peranakan seperti kari bihun; maupun andalan Medan, yaitu durian. Adapun makanan yang enak tadi, semua mempunyai potensi killer, mulai dari karbohidrat tinggi (mie), lemak tinggi (kari), haram (babi), glukose tinggi (duren). Hal ini membuat kota Medan menjadi kota berbahaya bagi kesehatan.


2. Klakson

Buat yang punya penyakit jantung, gue sarankan tabah dan tawakal pergi ke Medan. Di kota ini, semua pengemudi mobil dan motor membunyikan klaksonnya, walaupun jalanan kosong dan tidak macet. Untuk orang yang tidak mempunyai riwayat sakit jantung pun bisa terpengaruh karena tingkat stress menjadi tinggi. Padahal kita cuma jadi penumpang. Bagaimana kalau jadi pengemudi? Boss Jepang yang jalan ke Medan bertanya dengan curiosity tinggi kenapa semua orang mengklakson. Dan jawabannya hanyalah rumput yang bergoyang dumang....

3. Ketabrak

Buat yang naik kendaraan umum, atau jalan kaki selama di Medan, gue sarankan kalian mempelajari dulu gaya menyeberang orang Medan. Cara menyeberang adalah, mengambil sela di antara kendaraan yang lewat, dan terus berjalan dengan kecepatan konstan ke seberang. Kenapa?  Karena orang Medan TIDAK melambatkan kendaraan bila melihat orang menyeberang. Yang mereka lakukan adalah tetap melaju dengan kecepatan tinggi, dan lewat persis di belakang penyeberang jalan. Untuk penyeberang jalan amatir yang takut saat melihat kendaraan melaju dengan kecepatan konstan ke arahnya, niscaya akan ketabrak beneran. Sumpah!

4. Gak sante

Kalo kita lihat orang Jawa atau Sunda ngomongnya halus dan tertata, orang Sumatera rata-rata lebih extrovert, direct, dan gak sante. Kalau di restoran, waiter dari Jawa cenderung menunggu pelanggan memanggil dan memesan. Kalau di Medan, waiter akan bertanya terus "Apa lagi, Kak?" sampai kita gak enak hati kalau gak menambah pesanan. Sungguh. Kegigihan yang patut diacungi jempol dan membuat kota Medan menjadi kompetitif.  Jangankan berantem, ngobrol biasa aja, kalau percakapan itu terjadi antara beberapa orang Medan, kedengarannya sudah seperti berantem, Kita jadi tergerak untuk melerai.  Jangan pula sesekali berantem dengan orang Medan. Inang-inangnya terkenal ganas. Bahkan FPI pun mereka lawan. Luar biasa, bukan??!! Mungkin Inang-inang ini bisa diangkat menjadi Kapolri saat Jokowi masih bimbang dengan BG or not BG.

5. Miras

Tau yang namanya warteg di Jawa, alias warung tegal?  Kalo di Medan, yang bertaburan adalah lapo tuak. Tuak, iya, minuman keras lokal dengan kadar alkohol sedang. Kalo mau lebih nampol, biasa dioplos dengan minuman beralkohol yang lain. Lapo tuak kadang-kadang diselingi dengan musik. Rata-rata dangdut. Entah ada apa dengan dangdut dan miras. Apakah kalau mabok goyangnya lebih heboh. Mungkin.  Dan, walaupun kelasnya lapo, tapi suara musiknya sampai ke tengah jalan, persis seperti panggung orkes melayu. Kenceng, bo!!!  Sepertinya tuak memang bagian dari kehidupan sosial masyarakat Medan, dan merupakan kearifan lokal... Seperti semboyan: Kalau jadian makan-makan, kalau putus minum-minum. Untunglah Fahira Idris gak jadi anggota DPD Sumatera Utara... bisa hilang budaya lapo tuak dari kota Medan.

6. Bis AKAP

Sebagian besar Sumatera tidak punya transportasi darat alternatif selain bis AKAP karena tidak ada jaringan rel kereta api yang terintegrasi dari utara ke selatan.  Bahkan untuk penerbangan pun, hub utama masih di Cengkareng (dan kita bingung saat dikatakan kondisi penerbangan di atas CGK (kode international untuk Bandara Soekarno Hatta) sudah memprihatinkan karena overloaded).  Selain asal Padang, sebagian besar bis AKAP ini berbasis di Medan. Sopir yang nekad, medan tempuh yang berat, waktu tempuh yang panjang, menempa both sopir dan penumpang kendaraan bis AKAP, sekaligus membahayakan nyawa.

7. Pengacara

Entah kenapa, banyak sekali orang Medan yang jadi pengacara. Dan gak cuma di Medan, termasuk di Jakarta juga.  Tapi berbisnis Medan, apabila ada pelanggan yang tidak puas dengan barang/jasa yang kita berikan, atau ada keluhan, orang Medan tidak segan-segan menggunakan pengacara untuk menggugat pemilik bisnis. Maka dari itu, pemilik bisnis juga mempunyai pengacara yang mereka pakai untuk mengantisipasi hal-hal tersebut. Ngeri....


Hal ini adalah pengamatan gue selama blusukan di Medan beberapa kali, apabila ada yang tidak setuju, silakan comment, tapi tolong, jangan tuntut gue dengan UU ITE... karena gue menulis karena gue perduli...

Tidak ada komentar: