Well, biarpun judulnya adalah PKI, tp tulisan ini gak berkonotasi politik sedikitpun. Ah ya, mungkin ada, tapi gue lebih suka menyoroti dari sisi kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga.
1. Jam kerja
Jam kerja dokter di Indonesia dari pagi sampai subuh. Terutama dokter-dokter laris. Lihat saja rumah sakit M di tepi pintu masuk tol K, misalnya, ada dokter cardiologist terkenal yang pasiennya menunggu sampai tengah malam, bahkan lewat tengah malam. Hal ini selain mengganggu kesehatan dokter, juga membahayakan kesehatan pasien. Orang jantung kok disuruh begadang. Apa kaga percaya ama kata Bang Haji?
Di Singapura, negara kecamatan tetangga kita, Dokter praktek dari 09.00-17.00. Jadi kesehatan dokter terjamin, dan pasien di jadwal rapi dalam slot-slot waktu tiap harinya. Walhasil Dokter pun bisa hidup normal dan punya kehidupan lain di luar profesi dokternya. Hal ini menjadikan dokter lebih punya sentuhan manusiawi.
2. Lokasi praktek
Di Indonesia, Dokter praktek di beberapa lokasi. Ijin praktek bisa sampai 3 lokasi, belum praktek-praktek terselubung.. ((TERSELUBUNG))!!... Mungkin kalau sinetron, prakteknya masuk kategori kejar tayang. Walhasil, pasien seakan-akan terbatas waktu konsultasinya, dan sering kena skak dengan ucapan: dijelaskan juga gak akan ngerti kok. Which is merendahkan nalar pasien dan keluarganya. Padahal kalo dokter gagal menerangkan penyakit pasien dengan bahasa yang mudah, berarti dokter tersebut gak pintar-pintar amat.
Di Singapura dan Malaysia, Dokter hanya berpraktek di 1 rumah sakit, bbrp dokter di RS pemerintah, setelah pensiun, punya klinik di RS Swasta. Kaga ada Tumpang tindih praktek. Kaga ada dokter kejebak macet. Kaga ada pasien ngantri nunggu dokter masih di jalan, atau pasien lari-lari mengejar dokter yang praktek di berbagai lokasi.
3. Lokasi parkir mobil Dokter
Okay. Mungkin ada orang yang merasa ini gak relevan. Tapi ada temen yg menganut paham ini. Berkaitan dengan point No. 2, apabila dokter hanya praktek di 1 RS, maka mobilnya akan di parkir di paling belakang. Maka mobil pasien menempati lokasi depan untuk memudahkan mobilitas para pasien.
Kebalikannya, di negara yg dokternya praktek di beberapa tempat, parkir pasien di belakang, dan parkir dokter di depan, untuk memudahkan mobilitas dokter berpindah RS. See.
4. Lama rawat inap
Di Indonesia ada paradox dalam penanganan pasien rawat inap. Di sisi lain, pasien di RS swasta seringkali ditahan utk tinggal di RS lebih lama dg alasan supaya pulih dengan berbagai tes laboratorium dilakukan.
Di sisi lain, untuk pasien kelas bawah, banyak cerita bahwa pasien ditolak karena tidak ada kamar.
Di Singapore, RS adalah tempat merawat org yg gak bisa merawat diri sendiri. Misalnya post-surgery, setelah melahirkan, etc. Nginapnya berapa lama? Semalam. Maksimum dua malam. Itu rata di semua kelas. Setelah bisa berdiri, pasien disuruh pulang.
Prinsipnya adalah apabila di awal pemulihan ada progress, pemulihan boleh dilakukan di rumah. Kita cuma sakit. Bukan cacat permanen. Plis, deh!!
Di Jerman, bahkan wanita hamil, datang mengendarai mobil dg car seat ke RS, melahirkan, dan pulang kembali mengendarai mobil dengan bayi di car seat. Selang 2 hari.
5. Penanganan pra-operasi
Di Indonesia, pasien masuk RS sehari sebelum operasi. Puasa diawasi. Kuras perut diawasi. Obat-obatan diawasi. Kita gak dipercaya utk melakukan persiapan sendiri. Dan kita merasa itu normal.
Di Singapura, kita datang sehari sebelumnya untuk diambil darah, ECG, tapi gak perlu rawat inap. Justru yang membuat kita kaget, kita diberi obat yang harus diminum utk persiapan operasi, termasuk untuk kuras perut. Dan harus dilakukan di rumah. Very good philosophy... That everybody has to take care of their own shit. Literally.
6. Kondisi kamar
Di Indonesia, kondisi kamar bisa berbeda jauh antara RS Swasta di kelas VIP yang fasilitasnya melebihi hotel, dengan RS Umum kelas bawah yang (menurut sepupu gue yang dokter di Singapura tetapi pernah magang di RS Umum di kota terbesar kedua di Indonesia) pasiennya dijajarkan bagai ikan pindang, dan gantungan infus sederet mirip jemuran.
Di negara maju, kondisi kamar gak seperti hotel, yang jelas menjamin kebersihan (bahan-bahan mudah dicuci/disteril), dan keamanan (shower mat, handle dan bangku untuk pasien di kamar mandi).
7. Biaya
Walau biaya pelayanan kesehatan di negara maju relatif lebih mahal daripada di Indonesia, tetapi untuk kelas kamar yang berbeda, selisih nya hanya di harga kamar. Di Indonesia, jasa dokter pun bisa ikut tarif VIP utk pasien di kamar VIP.
Di Malaysia, biaya pelayanan kesehatan di beberapa RS justru lebih rendah dari di Indonesia.
Mungkin salah satu jalan keluarnya adalah asuransi kesehatan seperti yang dirintis Pakdhe Jokowi.
Yuk ah, kita ubah paradigma pelayanan kesehatan dari mencari keuntungan menjadi sungguh-sungguh fungsi pelayanan.